Oleh: Fuad Bawazier
SEBAGAI negara besar dan terbuka, sudah seharusnya Indonesia mengikuti kelaziman internasional. Jangan suka membuat cara atau metode sendiri yang bukan saja tidak lazim tapi juga ditengarai ingin menutupi sesuatu atau selingkuh.
Tapi itulah perangai ekonom pemerintah sehingga data resmi ekonomi Indonesia sering diragukan kejujurannya.
Kalau mengikuti kelaziman dan konsensus internasional, seperti yang juga diungkapkan oleh ekonom senior Anthony Budiawan bahwa ekonomi Indonesia sudah resesi.
Mengikuti konsensus definisi resesi, negara negara lain telah mengumumkan dengan methode yang sesuai dengan definisi resesi yaitu pertumbuhan negatif 2 quartal berturut turut (QoQ).
Atas dasar definisi itulah Singapore, Amerika Serikat dll mengumumkan ekonomi negerinya sudah resesi, bahkan sampai 2 digit.
Seperti diuraikan ekonom Anthony Budiawan, dengan metode yang benar dan lurus, Indonesia harusnya jujur menyatakan sudah resesi sebab pertumbuhan ekonomi pada Quartal I/2020 minus 2,41% dibandingkan Quartal sebelumnya (Quartal IV/2019).
Sedangkan pertumbuhan Quartal II/2020 minus 4,2% dibandingkan dengan Quartal I/2020. Artinya sudah dua quartal berturut turut dengan pertumbuhan negatif.
Itulah definisi resesi yang benar, yang disepakati, yaitu dua quartal berturut turut. Bukan dengan membandingkan quartal sekarang dengan quartal setahun yang lalu. Itu kurang nyambung atau kurang relevan untuk menentukan Resesi.
Methode YoY digunakan untuk menyatakan pertumbuhan ekonomi tahunan.
Kalau ingin melihat angka PDB riilnya untuk perbandingan, dapat dilihat PDB dibawah ini:
PDB Q-IV/2019 .......... Rp 2.769,9T
PDB Q-I/2020 .......... Rp 2.703,0T
PDB Q-II/2029 .......... Rp 2.589,6T
Jadi jelaslah bahwa sudah 2 (dua) Quartal berturut turut pertumbuhan ekonominya negatif. Sudah Resesi. Kata KPK, berani jujur itu hebat.