Kedekatan Bung Karno dan Keluarga Besar Ketua GNPF Ulama dalam Proklamasi Kemerdekaan

Kedekatan Bung Karno dan Keluarga Besar Ketua GNPF Ulama dalam Proklamasi Kemerdekaan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Rumah pembacaan teks naskah proklamasi yang kini dikenal dengan Rumah Proklamasi memiliki jasa yang besar dalam kemerdekaan Indonesia.

Selain sebagai lokasi pembacaan teks Proklamasi, di rumah inilah Ibu Negara Fatmawati, menjahit bendera pusaka, Sang Saka Merah Putih.

Mungkin banyak yang tidak tahu sejarah kepemilikan rumah ketika naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan. Karena mungkin selama ini hanya mengetahui, bahwa proklamasi tersebut dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, dan rumah tersebut adalah milik Soekarno.

Namun tidaklah demikian, rumah proklamasi sebenarnya milik keluarga keturunan Arab.

Rumah yang menjadi saksi bisu dibacakannya teks proklamasi tersebut adalah milik keluarga saudagar keturunan Arab bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak atau dikenal sebagai Faradj Martak. Ia adalah kakek dari Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF), Yusuf Muhammad Martak.

Faradj Martak dilahirkan di Hadhramaut, Yaman, pada 1897. Ia datang ke Indonesia pada tahun 1940 untuk merintis sebuah usaha yakni N.V. Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened.

Salah seorang anaknya yakni Ali bin Faradj Martak memiliki hubungan dan kedekatan khusus dengan para tokoh pergerakan nasional, terutama Bung Karno.

Sebagai pengusaha yang sukses dan jiwa nasionalismenya yang tinggi, Faradj kerap membantu para tokoh pergerakan dalam mewujudkan kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya dengan memberikan rumahnya di Pegangsaan Timur nomor 56 secara cuma-cuma kepada pemerintah.

Di rumah yang dihibahkan ini pula Ibu Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Merah Putih sambil menitikkan air mata, pada malam sebelum teks proklamasi dinyatakan. Bendera itu kemudian dikibarkan saat proklamasi 17 Agustus 1945.

Bukan itu saja, Faradj Martak juga mengobati Bung Karno yang sakit malaria.

Kisahnya, beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan, Soekarno jatuh sakit karena terserang penyakit malaria. Ia kesulitan berjalan dan hanya bisa terbaring dengan kondisi badan demam dan menggigil.

Mengetahui sahabatnya terbaring sakit, Faradj kemudian memberikan obat tradisional Hadramaut yaitu Sidr Bahiyah atau madu Arab. Madu yang dikenal memiliki khasiat tinggi dan sudah teruji selama ratusan tahun sebagai obat antibiotik dan antiseptik.

Tak lama setelah meminum obat yang diberikan Faradj Martak, penyakit malaria yang diderita Soekarno semenjak dalam pengasingan tersebut berangsur-angsur menghilang, kesehatannya pun membaik. Lalu, dengan didampingi Mohammad Hatta dan sejumlah tokoh lainnya, Soekarno menyatakan proklamasi kemerdekaan di depan rumah Faradj di Jalan Pegangsaaan Timur No.56.

Setelah dihibahkan, rumah tersebut sempat menjadi tempat tinggal bagi Bung Karno. Namun sejak tahun 1962, bangunan itu diratakan dan dibangun sebuah Gedung Alur atau Gedung Pola.

Kini bangunan tersebut dikenal sebagai monumen Tugu Proklamasi. Sejak saat itulah, Jalan Pegangsaan Timur berganti nama menjadi Jalan Proklamasi.

Selain menghibahkan rumahnya, Faradj Martak juga pernah memberikan tanah dan bangunan untuk masjid besar Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Meski tidak sepopuler tokoh-tokoh lainnya, namun perjuangan dan ketulusan keluarga besar Faradj Martak yang juga kakek Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak dalam membantu kemerdekaan Indonesia patut diapresiasi setinggi-tingginya.(*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita