KAMI, “Sting Like a Bee”

KAMI, “Sting Like a Bee”

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Penulis: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)

KAMI sudah dideklarasikan 18 Agustus 2020. Dipimpin Presidium Prof. DR. Din Syamsuddin, Jenderal Purn TNI Gatot Nurmantyo dan Prof. DR. Rohmat Wahhab didukung oleh tokoh-tokoh nasional dan internasional. Kekuatan moral politik pun terbentuk. Baru hadir sudah mampu menggoncangkan kekuasaan. Bagai tersengat, kepanikan pun terjadi. KAMI diserang sana sini secara tidak cerdas. Padahal KAMI baru saja menyatakan sebagai gerakan moral.

Aneh juga ada ketakutan politik berlebihan. Duta Besar Palestina yang hadir untuk ikut upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI habis “diteror” oleh politisi yang gusar dan cari muka. Media buzzer rupiah diduga membuat meme provokatif. Memojokkan KAMI entah atas suruhan istana atau baru tahap proposal proyek. Yang jelas ada pihak-pihak yang kebakaran jenggot.

Berhimpunnya orang-orang yang memiliki pengaruh dan berjuang dengan sandaran moral menjadi sebuah terapi kejut. Maklumat kritis yang dibacakan mungkin dinilai “menggigit” meskipun sebenarnya baru sebatas sengatan lebah saja “sting like a bee”.

Tujuan penyengatan adalah pengobatan agar sehat atau pulih kembali.

Deklarator tak ada niat “membunuh” dengan hanya sengatan lebah. Justru hal ini sebagai upaya untuk penyelamatan. Menolong orang yang dizalimi dan menolong orang zalim. Yang kedua tentu dengan cara menghentikan kezaliman. Demikian ungkapan Prof. Din Syamsuddin dalam Deklarasi yang lalu.

Agama memuji lebah. Qur’an menyatakan lebah menerima wahyu (QS An Nahl 68) . Sebuah hadits menyebut bahwa lebah itu makan yang baik, mengeluarkan yang baik, hinggap di ranting, tidak membuat patah dan rusak (HR Ahmad). Input bagus dan output baik. Ketika lebah menyengat maka semangatnya adalah altruisme. Ia akan mati setelah menyengat. Menjadi martir demi penyelamatan kehidupan bersama.

Mohammad Ali petinju yang digelari “sting like a bee” memiliki pukulan pukulan yang menyengat. Jab dan hook yang efektif. Membuat sadar bahwa lawan sebenarnya pecundang. Pertahanan “rope a dope” telah membuat juara bertahan George Foreman merasa lelah dan sulit untuk menjatuhkan Ali. Akhirnya Muhammad Ali memenangkan pertandingan dengan Knock Out.

Maklumat KAMI seperti sengatan lebah. Serangan balik membabi buta terjadi baik kepada personal deklarator maupun terhadap substansi tuntutan dilakukan. KAMI cukup cerdas untuk tidak melayani argumen sampah dan “bullying” kepanikan. Menjalankan terus agenda yang dicanangkan sebagai fokus dari gerakan. Taktik “rope a dope” cukup efektif menghadapi serangan yang tak bermutu.

KAMI yang oleh penulis nyinyir disindir sebagai “superheroes” akan mampu menjadi “superheroes” yang sebenarnya jika jati dirinya sebagai gerakan moral tetap solid dan bersemangat. Kaum cendikia yang tergabung di dalamnya merupakan pasukan dari kekuatan moral dari koalisi tersebut.

Menghadapi pertarungan yang tidak dapat dihindarkan maka optimalisasi potensi mesti dilakukan. Belajar dari Muhammad Ali, KAMI akan sukses menunaikan misi jika bekerja dengan pola “float like a butterfly, sting like a bee” dan menerapkan pertahanan kokoh “rope a dope”.

Tapi seperti keyakinan Ali meski kerap menyebut dirinya dalam rangka psywar “the greatest”, tetap saja menanamkan dan mengumandangkan “Allahu Akbar”. Allah yang Besar dan Maha Penolong.

KAMI tidak ada apa-apa tanpa pertolongan Allah. Inilah yang membuatnya membesar dan menguat serta memenangkan pertarungan antara kebenaran lawan kezaliman, oligarkhi lawan demokrasi, kejujuran lawan kepalsuan. Tidak takut terhadap provokasi dan adu domba. Tetap menyengat dalam rangka menyelamatkan.”Sting like a bee”. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita