GELORA.CO - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid mengatakan, saat ini isu atau desas desus posisi Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin akan diganti kian santer. Bahkan kabarnya, skenario tersebut sudah direncanakan sebelum Pilpres 2019.
Dari sisi politik, kata Tony, jika benar isu Wapres KH Ma'ruf Amin bakal diganti maka tidak terlalu mengejutkan. "Sebab, posisi KH Ma'ruf Amin lemah. Tidak punya partai, dan dianggap tidak sepenuhnya merepresentasikan kepentingan Nahdhiyin, organisasi asal KH Ma'ruf Amin," ujar Tony Rosyid dalam keterangannya, Senin (10/8/2020).
Tony menilai posisi KH Ma'ruf Amin lemah karena menjadi Wapres, tapi Menteri Agama (Menag) malah bukan dari NU. Padahal kerja dan dukungan PBNU untuk kemenangan Jokowi-Ma'ruf total. Tapi, kompensasi yang diberikan kepada NU tidak sebanding.
Sebagai vote getter, pilih KH Ma'ruf Amin sebagai Cawapres cukup efektif. Karena kantong suara Nahdhiyin bisa diambil. Terutama untuk mengimbangi suara umat Islam yang anti terhadap Jokowi. Khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Jika KH Ma'ruf Amin diganti, bagaimana respon PKB dan PBNU? Yang pasti, KH Ma'ruf Amin tidak mewakili PKB. PKB punya jatah sendiri di kabinet. Untuk PBNU, jika posisi Menteri Agama kembali diserahkan kepada kader NU, ini akan melegakan. Proporsional! Sebab, banyak garapan Kemenag itu ada di wilayah NU," jelasnya.
Tony memaparkan, jika posisi Wapres ditukargulingkan dengan Menag maka sepertinya PBNU tidak keberatan. Sebab, menempati posisi di Kemenag bagi NU bisa jadi lebih banyak manfaatnya dari pada posisi Wapres.
Secara konstitusional mengganti KH Ma"ruf Amin sebagai Wapres dengan alasan udzur juga dibenarkan. "Siapa yang menggantikanya? Yang pasti bukan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Kiyai Said Aqil Siroj (SAS). Kabarnya, ada dua kandidat yang sekarang sedang bersaing untuk mengincar posisi itu. Siapa? Budi Gunawan dan Prabowo Subianto," paparnya.
Budi Gunawan, sambung Tony, orang dekat Megawati, Ketua Umum PDIP. PDIP cukup besar jumlah kursinya di DPR jika nanti terjadi pemilihan di parlemen. Tapi, Jokowi nampaknya lebih sreg ke Prabowo Subianto untuk mendampingi dirinya. Alasannya, pertama, selama ini Jokowi selalu berhasil menghindari koptasi Megawati. Pilihan ke Luhut Binsar Panjaitan (LBP) selama dua periode kepemimpinannya adalah bentuk nyata dari upaya Jokowi menghindari koptasi Mega. Sementara BG orang Mega.
Kedua, Prabowo tak diragukan loyalitasnya kepada atasan. Jokowi tidak perlu risau dan merasa khawatir terhadap Prabowo. Prabowo tidak akan menelikung atasan. LBP adalah orang yang kenal benar siapa Prabowo. Dituduh menelikung PKS dan Umat, itu soal yang berbeda. Karena PKS dan Umat bukan atasan Prabowo.
Ketiga, Prabowo punya partai Gerindra. Jumlah kursinya juga signifikan. Ini juga bisa jadi alasan kenapa Prabowo mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Selain alasan untuk persiapan Pilpres 2024, Gerindra akan di garda terdepan untuk back up Jokowi. Ini sekaligus memberi pesan bahwa Jokowi merasa aman jika 2024 Prabowo jadi presiden.
Keempat, Prabowo militer. Keberadaan militer sebagai wapres akan menjadi perisai saat Indonesia dihantam krisis. Mesin militer bisa digunakan untuk menghadang jika terjadi demo besar-besaran di masa krisis. Apalagi saat ini Indonesia sudah masuk masa resesi. Pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. Akhir tahun ini negara kehabisan uang. Ini bisa jadi gejolak ekonomi yang berefek pada gejolak sosial dan politik. Peran Prabowo yang berlatar belakang militer menjadi penting.
"Siapa yang akan menggantikan posisi KH Ma'ruf Amin akan bergantung kelihaian kedua partai besar itu bermanuver. Antara PDIP vs Gerindra. Tapi, ada pertanyaan mendasar yang tak boleh diabaikan: apakah Makruf Amin akan legowo untuk mundur? Atau sebaliknya, mantan kader PPP dan PKB ini justru bermanuver untuk mengganti presiden? Ingat, politik itu tidak linier. Apa yang tampak di permukaan dan perencanaan, tak sepenuhnya akan jadi kenyataan," jelasnya.
Lemah
Sementara itu, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Stuidies (P3S) DR Jerry Massie PhD mengatakan, jika KH Ma'ruf Amin melakukan kesalahan yang fatal maka secara konstitusi bisa diganti dari posisi Wapres. Jerry mengakui, selama menjadi Wapres, KH Ma'ruf Amin memang jarang muncul di publik. Namun jarangnya KH Ma'ruf Amin tampil di publik ada beberapa kemungkinan di antaranya apakah karena dimonopoli oleh Jokowi.
"Padahal banyak event yang semestinya KH Ma'ruf Amin bisa tampil sehingga tidak harus Jokowi," jelasnya.
Jerry memaparkan, posisi KH Ma'ruf Amin sebagai Wapres juga lemah. Karena di periode kedua Jokowi saat ini tiaak ada jatah menteri yang berlatar belakang Nahdliyin. Namun untuk mengantri posisi KH Ma'ruf Amin dari Wapres harus ada sesuatu atau something sehingga secara konstitusi tidak menyalahi aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama. "Harus ada something untuk mengganti posisi Wapres," tandasnya.
Hanya Isu
Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustadz Slamet Ma'arif mengatakan, akan mundurnya Jokowi dari Presiden atau KH Ma'ruf Amin dari Wapres baru sekedar isu. Namun jika benar KH Ma'ruf Amin mundur maka terbukti bahwa Jokowi membohongi rakyat untuk kepentingan kelompoknya dan menunjukkan kepemimpinan Jokowi gagal total.
"Jika kyai Ma'ruf diganti, Jokowi juga harus mundur atau dimundurkan," tegasnya.
Ustadz Slamet Ma'arif belum bisa memberikan keterangan detail jika benar KH Ma'ruf Amin diganti. Alasannya, langkah atau upaya PA 212 terkait digantinya KH Ma'ruf Amin akan didiskusikan terlebih dahulu dengan para ulama 212. 'Akan kita diskusikan dulu dengan para ulama 212 apa langkah dan upaya jika benar KH Ma'ruf Amin diganti," paparnya. [ht]