GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penggunaan influencer atau buzzer yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dalam mempromosikan kebijakan.
Peneliti ICW, Egi Primayogha mengatakan, penggunaan influencer sering kali dilakukan untuk bersolek agar sesuatu terlihat bagus di mata publik.
"Rezim Jokowi saat ini kok rasanya sering sekali menggunakan jasa influencer. Satu sisi memang tidak masalah, tapi di sisi lain seringkali jasa itu digunakan untuk bersolek agar sesuatu terlihat bagus padahal di balik itu rasanya tidak," ujar Egi Primayogha saat konferensi pers bertajuk "Rezim Humas: Berapa Miliar Anggaran Influencer?" yang diselenggarakan ICW, Kamis (20/8).
Judul konferensi pers ini sengaja digunakan ICW karena dalam praktik komunikasi rezim Jokowi sangat cocok disebut rezim humas yang pandai bersolek.
"Itu salah satu alasan teman-teman di ICW mengusulkan judulnya menjadi rezim humas karena kami menilai rezim Jokowi dengan segala praktik komunikasinya cocok sekali disebut rezim humas yang pandai bersolek," kata Egi.
Dalam temuan ICW berdasarkan penelusuran website LPSE, anggaran belanja pemerintah pusat untuk influencer mencapai Rp 90,45 miliar. Penggunaan anggaran tersebut ditemukan dari LPSE di 5 kementerian.
Di antaranya, Kementerian Pariwisata sebanyak 22 paket pengadaan senilai Rp 77,66 miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak 12 paket pengadaan senilai Rp 1,6 miliar, Kementerian Komunikasi dan Informatika sebanyak 4 paket pengadaan senilai Rp 10,83 miliar.
Selanjutnya, Kementerian Perhubungan sebanyak 1 paket pengadaan senilai Rp 195,8 juta dan Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak 1 paket pengadaan senilai Rp 150 juta.
Data tersebut ditelusuri ICW sejak periode kepemimpinan Jokowi. Namun, pengumpulan data baru dilakukan sejak 14 Agustus hingga 18 Agustus dengan kata kunci pencarian di website LPSE di antaranya media sosial atau sosial media, influencer, key opinion leader, komunikasi, youtube, Facebook dan sebagainya. (Rmol)