GELORA.CO - Dua media Hary Tanoesudibjo, RCTI dan iNews TV menggugat UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan harapan penyiaran yang menggunakan internet, seperti konten di Youtube, juga tunduk ke UU Penyiaran.
Namun, menurut pengajar Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, Ahluddin Saiful Ahmad, logika RCTI malah membahayakan kebebasan menyampaikan pendapat yang diakui dalam UUD 1945.
"Pesatnya perkembangan teknologi telematika harus disikapi dengan cepat dan tepat," kata Saiful saat berbincang dengan detikcom, Minggu (30/8/2020).
berpikir konvensional dalam peraturan perundang-undangan mengenai telekomunikasi dan informatika (telematika) yang sudah ada selama ini-termasuk UU 32/2002 tentang Penyiaran- akan menjadi masalah tersendiri saat diterapkan ke dalam perkembangan telematika yang demikian pesat.
"Tanpa adanya permohonan Uji materiil Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran oleh RCTI dan iNews, penerapan pasal tersebut apabila langsung diterapkan pada perkembangan teknologi (telematika) saat ini justru mengancam hak masyarakat mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi," ujar Saiful.
Pasal 1 angka 2 menyebutkan:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Apa yang disebutkan dalam Pasal 1 angka (2) UU 32/2002 tentang Penyiaran di atas mencakup semua kegiatan siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasa 1 angka 1 UU Penyiaran," cetus Saiful.
Pasal 1 angka 1 UU 32/2002 menyebutkan:
Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Dengan adanya kemajuan teknologi saat ini masyarakat sudah bisa dan bahkan sudah melakukan kegiatan siaran berdasarkan definisi siaran pada pasal 1 angka 1 UU 32/2002 Penyiaran tersebut.
"Karena hampir semua orang sudah mempunyai teknologi yang masuk dalam kriteria pengaturan tersebut. Sebagai contoh HP dengan teknologi internet merupakan sekaligus alat pengirim dan penerima pesan," ungkap Saiful.
"Dibutuhkan pendekatan yang tepat dalam menyikapi perkembangan teknologi telematika saat ini, karena jika tidak maka hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi dengan menggunakan teknologi yang dimiliki oleh hampir semua masyarakat justru tidak akan terlaksana dengan baik," kata Saiful.
Sebelumnya, Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik, membantah bila materi judicial review ke MK bisa mengganggu penyiaran di media sosial. Bahkan, uji materi UU Penyiaran guna mendorong kesetaraan dan tanggungjawab moral konstitusional.
"Itu tidak benar. Permohonan uji materi RCTI dan iNews tersebut justru dilatarbelakangi keinginan untuk melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa dengan sahabat-sahabat YouTuber dan Selebgram dari berbagai belahan dunia dan mendorong mereka untuk tumbuh, meningkatkan kesejahteraan mereka dan berkembang dalam tataran kekinian," tutur Taufik.
Taufik menyebut RCTI dan iNews sama sekali tidak berniat mematikan kreativitas penggiat media sosial. Gugatan tersebut dimaksud agar UU penyiaran bersinergi dengan undang-undang lainnya.
"Kami mendorong agar UU Penyiaran yang sudah jadul itu untuk bersinergi dengan UU yang lain, seperti UU Telekomunikasi yang sudah mengatur soal infrastruktur, UU ITE yang sudah mengatur soal Internet, dan UU Penyiaran sebagai UU yang mengatur konten dan perlindungan kepada insan kreatif bangsa memang tertinggal perkembangannya. Hal ini yang ingin kami dorong," ujar Taufik.(dtk)