GELORA.CO - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menegaskan lembaganya tidak akan ubah putusan apa pun dari hasil putusan majelis etik dalam setiap pleno yang menjatuhkan sanksi pada penyelenggara Pemilu, termasuk putusan pemberhentian tetap terhadap Komisioner KPU Evi Novida Ginting.
PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sebelumnya sudah memenangkan gugatan Evi Novida Ginting dan Presiden Jokowi akan mencabut Keppres pemecatan Evi yang sebelumnya dikeluarkan atas dasar putusan DKPP. Namun, menurut Muhammad, DKPP masih tetap pada keputusannya.
“Bukan karena soal menang kalah. Kami tidak akan mengubah putusan DKPP Nomor 317,” tegas Muhammad melalui keterangan tertulis, Jumat 14 Agustus 2020.
Muhammad memastikan bahwa majelis etik dalam pleno memutuskan pemberhentian tetap maka hal itu sudah dipertimbangkan dengan sangat cermat, dengan sangat terukur, dan siap untuk dipertanggungjawabkan.
“Biarlah sejarah mencatat lembaga peradilan mencatat bahwa DKPP pernah memberhentikan (Evi Novida Ginting). Kalau persoalan dia diaktifkan kembali sudah dijelaskan oleh Prof Jimly, tetapi Insya Allah kami yang mengambil keputusan itu, sudah berkomitmen untuk tidak mengubah keputusan nomor 317,” paparnya.
Menurutnya, putusan DKPP merupakan amanat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 458 Angka 13 menyebutkan bahwa sifat putusan DKPP adalah final dan mengikat. Saat ini negara belum membentuk lembaga mahkamah etik yang bisa membanding putusan peradilan etik DKPP.
“Jika semangat cita-cita yang disampaikan oleh Profesor Jimly bisa terwujud maka bolehlah kita bentuk lembaga mahkamah etik untuk membanding putusan DKPP. Taapi sayangnya sampai hari ini UU Nomor 7 tahun 2017, pembuat undang-undang DPR dan pemerintah belum membuat lembaga banding etik sehingga jika kami mengubah putusan 317 itu sama dengan kami melanggar konstitusi,” kata dia.
Atas dasar itu menurutnya biarlah polemik pemecatan Evi Novida Ginting ini menjadi kajian hukum.
“Tetapi saya tegaskan, atas nama lembaga DKPP bahwa jika besok Presiden mengembalikan saudara Evi, hal itu tidak mengubah putusan pemberhentian tetap saudara Evi di lembaga peradilan etik DKPP,” kata dia.
Muhammad juga setuju dengan konsep atau pemikiran dari para pakar hukum seperti yang dikemukakan Jimly Asshidiqie bahwa hukum dan etika ini jangan diperhadapkan-hadapkan.
“Kami juga mengikuti pendapat ahli hukum yang mengatakan bahwa DKPP offside-lah, bablas-lah. Dalam peraturan DKPP yang dimaksud pelanggaran etik itu bukan hanya menerima suap, memihak kepada pasangan calon tapi kami juga menekankan pada profesionalitas, keahlian tata kelola Pemilu. Penyelenggara ini dipercaya rakyat, jika kita tidak ahli bisa rusak pemilu ini,” katanya lagi.
Menurut Muhammad, jika bukan ahlinya yang menjadi penyelenggara pemilu dan dipercaya untuk menjadi anggota KPU, anggota Bawaslu dan yang bersangkutan tidak bekerja secara profesional.
“Bisa dibayangkan sebuah pertandingan sepakbola kalau wasitnya curang yang terjadi adalah kekacauan dan seterusnya. Tapi kalau wasitnya fair yang kalah dengan 10 bola pun dengan yang menang dia akan meninggalkan lapangan dengan "cipika-cipiki" bahkan bertukar kostum karena dia melihat wasitnya fair,” katanya.[viva]