“Di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim telah memeriksa tersangka JST. Yang bersangkutan dicecar 55 pertanyaan,” kata Awi pada Selasa, 25 Agustus 2020.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menanyakan banyak hal kepada Djoko Tjandra. Termasuk di antaranya adalah terkait dengan aliran dana dugaan suap untuk tersangka Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte dalam pengurusan penghapusan red notice.
“Jadi, penyidik mengejar (keterangan) kepada siapa dan di mana saja uang diberikan. Dari hasil pemeriksaan, kami tidak bisa sampaikan secara keseluruhan apalagi terkait nominalnya. Yang bersangkutan (Djoko) mengakui itu memberikan uang kepada para tersangka,” ujarnya.
Akibat dihapusnya red notice terhadap Djoko Tjandra ini, dia bebas keluar masuk Indonesia tanpa pencekalan di Keimigrasian.
Brigjen Prasetijo Utomo adalah sempat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) PPNS Bareskrim Polri, sebelum dicopot akibat kasus ini. Begitu juga dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang sebelumnya menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Lebih lanjut Awi mengatakan, untuk tersangka Tommy Sumardi selaku pemberi suap tidak penuhi panggilan penyidik Bareskrim. Menurut dia, Tommy Sumardi diwakili oleh kuasa hukumnya dan meminta pemeriksaannya dijadwal ulang. Kuasa hukumnya beralasan Tommy lagi sakit.
“Pengacaranya menyampaikan bahwa saudara TS minta izin tidak hadir karena sakit. Tentunya, TS juga berharap bisa diundur,” jelas dia.
Diketahui, Bareskrim telah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait penghapusan red notice. Selain itu, penyidik juga menetapkan tersangka Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon.
Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi dijadikan tersangka sebagai pemberi suap. Sedangkan Brigjen Prasetijo bersama Irjen Napoleon jadi tersangka selaku penerima suap. Sehingga, selaku penerima dijerat Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. (*)