GELORA.CO - UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandem Covid-19 sedang digugat oleh Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) di Mahkamah Konstitusi.
UU 2/2020 itu ditolak, bukan tanpa alasan dan landasan filosofis yang jelas. UU Corona itu dinilai telah menabrak UUD 1945 dan cenderung manipulatif. Sebab, rakyat hingga saat ini masih harus membiayai sendiri kesehatan akibat Covid-19.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengarah KMPK Din Syamsuddin saat mengisi diskusi daring bertajuk "Mahasiswa dan Pelajar Menggugat UU Manipulasi Corona UU No 2/2020", pada Jumat (7/8).
"Setelah kita baca UU tersebut atau dulu Perppu, tidaklah untuk menanggulangi corona. Kami sebut sebagai UU manipulasi corona," kata Din Syamsuddin.
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah ini mengurai bahwa dari aspek hukum, UU Corona bertentangan dengan konstitusi karena pejabat negara tidak bisa digugat secara perdata dan pidana jika terjadi penyalahgunaan anggaran, sebagaimana Pasal 27 UU Corona.
Kemudian dari sisi alokasi anggaran, pemerintah tidak menunjukkan keseriusan terhadap penanganan pandemik Covid-19 di Indonesia. Ini lantaran serapan anggaran dan implementasi anggaran yang seharusnya berdampak langsung ke rakyat justru terjadi berbanding terbalik.
"Lebih banyak untuk korporasi, untuk stimulus ekonomi yang ujung-ujungnya membantu korporasi, termasuk BUMN. Yang sesungguhnya (ekonomi) sebelum Covid-19 sudah mengalami defisit,” tuturnya.
"Maka atas dasar itulah saya pribadi mengusulkan UU itu layak disebut sebagai UU tentang Manipulasi Corona," demikian Din Syamsuddin.
Turut hadir secara virtual menjadi narasumber dalam diskusi tersebut perwakilan dari elemen gerakan mahasiswa seperti Presidium BEM PTMI Eko Nur S, Ketua Umum GMNI Imanuel Cahyadi, Ketua Umum KAMMI Susanto Triyogo, Ketua Umum HMI Arya Kharisma Hardy.
Kemudian Pimpinan Pusat GMKI Cornelis Galanjinjinay, Ketua Umum PB PII Husin Tasyrik Makruf, dan Ketua Umum HIMA PERSIS Iqbal M Dzilal. (Rmol)