Di Ambang Resesi, Komisi XI DPR Usul Listrik hingga Cicilan Mobil Dibayar Negara

Di Ambang Resesi, Komisi XI DPR Usul Listrik hingga Cicilan Mobil Dibayar Negara

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak serius bagi perekonomian masyarakat. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini pertumbuhan ekonomi di Kuartal II/2020 sudah minus 5,32%.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Muhammad Misbakhun mengatakan, di tengah kondisi krisis saat ini, pihaknya mengusulkan kepada pemerintah agar biaya listrik masyarakat yang dibebaskan tidak hanya untuk Kelompok 450 dan 900 Watt saja.

"Kalau perlu dibebaskan sampai kelompok listrik yang 1.300 Watt, 1.600 bahkan 2.300 Watt,” ujarnya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema Ancaman Resesi Ekonomi dan Solusinya di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/8/2020).

Tidak hanya biaya listrik, pemerintah juga diminta membebaskan cicilan motor dan rumah yang masuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sampai yang bernilai Rp600 juta. Bahkan, Misbakhun meminta cicilan mobil berharga di bawah Rp350 juta dibayarkan oleh negara.

"Usulan saya ekstrem, saya tidak mengusulkan subsidi listrik, tapi dibebaskan dibiayai oleh negara. Termasuk untuk cicilan motor, misalnya, setahun. Cicilan mobil di bawah Rp350 juta. Termasuk kios, toko,” katanya.

Menurut Misbakhun, uang hasil pembayaran cicilan tersebut kemudian digunakan untuk membangun agregat demand baru yang selama ini tergerus. Misbakhun memiliki sejumlah alasan atas usulannya tersebut.

Pertama, saat ini kelompok-kelompok menengah baru atau mereka yang baru diangkat jadi manajer junior atau sekelas supervisor, begitu ada krisis, mereka tidak bisa ke kantor kena Program Work From Home (WFH) dan sebagainya. "Uang harian yang mereka terima, misalnya uang jalan, uang konsumsi, uang kehadiran, ini kan mereka tidak dapatkan," katanya.

Akibatnya, take home pay mereka tergerus. Sementara usaha korporasi atau tempat mereka bekerja juga mengalami permasalahan sehingga tidak bisa membayar bonus, tidak bisa melakukan penjualan karena sektor otomotif terdampak, termasuk produksi terdampak.

"Inilah kalau menurut saya program ini harus dibangun, karena apa? Pemberian PKH (Bantuan Program Keluarga Harapan) untuk kelompok masyarakat miskin, sembako murah, kemudian bantuan tunai yang terbatas itu, menurut saya masih belum bisa menjadi penyelamat dan bantalan turunnya ekonomi itu," tuturnya.

Dikatakan Misbakhun, saat ini hanya pemerintah yang bisa menyelamatkan kondisi krisis karena memiliki kemampuan dengan berbagai perangkat yang dimiliki. Dia mencontohkan untuk sumber pendanaan bagi berbagai program yang dia usulkan tersebut, misalnya pemerintah menerbitkan surat utang yang kemudian dibeli oleh Bank Indonesia.

Menurutnya, saat ini pemerintah harus mulai mendetailkan bahwa program yang dibuat harus mulai terarah, fokus dan menjadi alat navigasi mengatasi masalah. "Saya melihat ada kesenjangan bahwa antara program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dengan realitas permasalahan ini kan sering tidak nyambung," tuturnya.

Dia mencontohkan, program untuk korporasi sebesar Rp53 triliun, sepenuhnya untuk BUMN. Sementara penyelamatan korporasi swasta yang selama ini menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi justru tidak ada.

Menurut Misbakhun, secara teknik saat ini Indonesia sudah memasuki resesi. Sebab, pertumbuhan ekonomi per kuartal sejak Kuartal VI/2020 sudah dalam posisi yang negatif. Berikutnya Kuartal I dan II/2020, juga menunjukkan pertumbuhan yang negatif. "Jadi secara teknikal, quarter to quarter (QTQ) itu kita sudah dalam posisi negatif," katanya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita