Oleh: Tony Rosyid
Kecurigaan makin menguat ketika ada sejumlah pihak yang mendesak Jokowi atas nama Kepala Negara meminta maaf kepada PKI. Alasannya, PKI itu korban. Beruntung, Jokowi menolak. Jika tidak, akan ada gejolak yang tak perlu terjadi.
Belakangan, usulan fraksi PDIP atas RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang mengusung trisila dan ekasila serta menolak TAP MPRS No 25 Tahun 1966 menjadi bagian dari konsederannya seperti antiklimaks terhadap kecurigaan itu.
Jangan salah paham. Menuduh PDIP itu PKI tentu keliru. Tapi, mencurigai bahwa ada orang-orang yang berpaham komunisme di PDIP memang tak mudah dibuktikan secara hukum. Terlebih ketika hukum berada dalam kendali politik.
Maka, maklumat MUI pada poin 5 yang berisi tuntutan untuk mengusut tuntas pengusul RUU HIP enggak mudah untuk dipenuhi. Dengan kata lain: diabaikan.
Sebelumnya, keputusan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) yang diselenggaran MUI di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, yang menuntut agar BPIP dibubarkan, juga tak dipenuhi.
Malah sebaliknya, pemerintah justru mengeluarkan usulan RUU BPIP. Ini tamparan keras terhadap MUI dan semua ormas yang mengikuti KUII. Sekaligus menunjukkan bahwa MUI tak cukup kuat untuk menekan penguasa.
Beberapa pekan ini, isu HIP mulai meredup. Meski RUU HIP belum dicabut dari prolegnas. Mungkinkah Pemerintah dan DPR sengaja mengulur waktu dan berupaya melunakkan MUI dan pihak-pihak yang menolak HIP? Biar MUI yang jawab.
Kembali pada PDIP, bahwa stigma terhadap partai banteng berkaitan dengan isu komunisme akhir-akhir ini memang semakin menguat. Apakah ini akan ada pengaruhnya terhadap elektabilitas partai yang dipimpin Megawati ini?
Jika berpengaruh, PDIP hanya butuh satu kalimat saja. Melalui Ketua Umum Megawati, cukup membuat satu kalimat sebagai pernyataan resmi bahwa: "PDIP Anti-PKI".
Kalimat ini mujarab. Cukup efektif untuk menghentikan stigma. Dengan satu kalimat ini, stigma PDIP terkait isu komunisme besar kemungkinan akan berangsur-angsur meredup.
Apakah PDIP berani membuat pernyataan itu? Biarlah Ibu Megawati yang menjawab. (*)