Pada deklarasi tersebut dibacakan delapan poin maklumat KAMI hingga penyampaian pesan presidium KAMI oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo.
Pemimpin Komite Khittah Nahdlatul Ulama 1926, Prof Rochmat Wahab dan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin juga turut menyampaikan poin maklumat KAMI tersebut.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Andi Yusran mengatakan kalau kehadiran KAMI mengindikasikan mandeknya proses demokratisasi di Indonesia.
Menurut Andi, pemerintah, partai politik dan parlemen perlu melakukan koreksi total terhadap peran dan fungsinya karena hari ini Parlemen sebagian besar sudah dikuasai pemerintah.
Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa posisi eksekutif saat ini sangat powerful karena dominansi kekuatan Parlemen yang sudah dikuasai pemerintah.
"Sementara lembaga-lembaga negara penyeimbang lainnya dalam posisi ‘sub-ordinasi’ eksekutif," kata Andi saat dihubungi, Rabu (19/08/2020).
Akademisi Universitas Nasional (Unas) tersebut melanjutkan kalau pemerintah idealnya harus segera melakukan dialog dengan KAMI.
Selain itu pemerintah juga perlu melakukan reformasi, redesign dan reorientasi pembangunan dari model yang sedang dijalankan selama ini.
"Jika pemerintah abai dan tidak merespons arus kritikan yang menderas sebagaimana selama ini, maka KAMI bisa menjadi lokomotif reformasi jilid dua," pungkasnya. (*)