Cabut Pedoman Nomor 7/2020, Jaksa Agung Peka Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat

Cabut Pedoman Nomor 7/2020, Jaksa Agung Peka Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kontroversi yang ditimbulkan oleh Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung Atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan, dan Penahanan Terhadap Jaksa Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana telah berakhir.

Pedoman yang disahkan pada Kamis lalu (6/8) itu hanya berumur 5 hari saja. Selasa, (11/8) pedoman yang sempat menuai kritikan, disharmoni antarlembaga penegak hukum, menimbulkan pro kontra, serta jadi multi tafsir, resmi dicabut Jaksa Agung, ST Burhanuddin.

"Ini menunjukkan Jaksa Agung peka terhadap keresahan dan rasa keadilan masyarakat dan memilih mencabut kebijakannya tersebut," terang Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, melalui keterangannya, Rabu (12/8).

Sebenarnya, ditambahkan Azmi Syahputra, payung untuk Pedoman tersebut sudah ada jauh sebelumnya.

Dalam Undang-undang Kejaksaaan yang dimuat dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyebutkan: "Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung".

"Jadi jelas perlindungan jaksa sudah diatur Undang-undang, dan klausula ini yang menjadi rujukan dalam pembuatan Pedoman No 7/2020 tersebut untuk lebih rinci dan guna menterjemahkan secara teknis apa yang dikehendaki dari perintah Undang-undang dimaksud," jelas Azmi Syahputra.

"Hanya saja momentumnya saat ini kurang pas, karena institusi kejaksaan sedang mendapat perhatian publik terkait perilaku oknum jaksa yang diduga melakukan hal yang bertentangan dengan kewajibannya. Apalagi ia bertugas di kejaksaan agung yang harus jadi contoh teladan yang segala tindakannya harus berdasarkan hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya,” imbuhnya.

Azmi Syahputra menambahkan, pedoman tersebut sebenarnya dalam implementasi hak profesi tertentu yang diberikan previlese seperti hukum disiplin atau kode etik. Jadi akan melekat bila seorang penegak hukum sedang menjalankan tugas pada kewenangan profesinya.

Namun bila tidak dalam melaksanakan tugas dan kewenangan profesinya,  semestinya tidak perlu izin dari lembaga profesinya.

Nah, dikatakan Azmi Syahputra, untuk oknum Jaksa PSM, jelas ia bukan sedang menjalankan tugas profesinya sebagai jaksa.

Oleh sebab itu ketika hasil pemeriksaan oleh pengawasan yang kemudian diserahkan kepada Jam Pidsus, diketahui dan ditemukan ada bukti permulaan sehingga hasil pemeriksaan pengawas tersebut kini sudah ditingkatkan menjadi penyidikan.  

"Ini hanya menanti dan tinggal menunggu pengumuman saja statusnya akan ditingkatkan jadi tersangka. Yang jelas sudah ada keberanian pimpinan dari Jaksa Agung untuk tegas mempidsuskan yang bersangkutan bukan sekadar perkara pidana umum saja. Ini yang perlu jadi atensi dan perlu dikawal oleh publik," demikian Azmi Syahputra. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita