GELORA.CO - Pengasuh Ponpes Tahfidz Qur'an (PPTQ) Al Bayan, Bojonegoro, Jawa Timur, Ustadz Harits Abu Ulya mengatakan, program dai/penceramah bersertifikat yang digulirkan Kementerian Agama (Kemenag) dalam waktu dekat menilai, walaupun bisa menyerap anggaran pemerintah, namun program dai/penceramah bersertifikat akan melahirkan kegaduhan di masyarakat.
Padahal, lanjutnya, sebagai penyampai nasehat moralitas ke masyarakat, tidak seharusnya dai disertifikasi. Karena untuk mendapatkan kepercayaan sebagai penceramah di masyarakat juga tidak mudah. "Proyek-proyek seperti itu (sertifikasi penceramah) hanya akan melahirkan gaduh di masyarakat," tandasnya.
Agar memberikan rasa keadilan, sambung Ustadz Harits, maka penceramah agama lain juga harus mendapatkan sertifikat seperti yang dialami penceramah agama Islam. Hal itu dilakukan agar Kemenag juga tidak terkesan hanya mengurusi agama Islam saja. Karena selain Islam, ada agama lain yang diurusi Kemenag seperti Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Sebagai Alat
Sementara itu, Pimpinan Majlis Ta'lim Was Sholawat An Nur, Purwakarta, Jawa Barat, Ustadz Anugrah Sam Sopian mengatakan, jika sertifikasi dai bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan memberikan bimbingan dan pelatihan secara intensif kepada para dai, maka hal itu adalah program yang baik. Akan tetapi jika sertifikasi hanyalah sebagai alat untuk membungkam suara oposisi, atau nasehat dari ulama yang memang sudah menjadi tugas ulama untuk memberikan nasehat kepada para pemimpin dan penguasa maka hal itu adalah kedzoliman yang masif dan sistematis.
"Jadi sertifikasi dai hanya akan membuat banyak konflik horizontal di tengah anak bangsa," ujarnya.
Ustadz Anugrah menegaskan, jka memang sertifikasi dianggap sebagai solusi terbaik, maka perlu dirumuskan standarnya. Ada standar yang jelas dan terukur dan terperinci dalam sejumlah indikator bahwa seseorang memenuhi kualifikasi sebagai dai atau daiyah yang mumpuni. Sehingga adanya dai lahir dari penilaian masyarakat bukan karena titipan dari penguasa.
Tokoh Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin mengatakan, sertifikat dai akan membuat gaduh dan meresahkan umat Islam karena hal ini berbahaya, karena akan membuat para da'i atau mubaligh terkotak-kotak, bahkan bisa saling berhadap-hadapan. Hal ini akan mengadu-domba anak bangsa.
Novel mengemukakan, PA 212 menolak dengan tegas dai bersitifikat karena menjadi ajang adu domba para dai'atau mubaligh yang sangat berakibat fatal bagi keutuhan bangsa. “Da'i atau mubaligh bersertifikat jelas adalah menjadikan seburuk buruknya Dai'/mubaligh bahkan ulama karena terkekang akan penyampaian yang benar padahal prinsip karakter dai' adalah "sampaikanlah yg benar walaupun pahit,” ujarnya.
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyatakan bahwa program dai/penceramah bersertifikat segera digulirkan dalam waktu dekat.
"Kemenag pada tri wulan ketiga ini akan punya program da'i bersertifikat. Ini sudah dibahas bersama dalam rapat dengan Wapres," kata Fachrul dalam keterangannya dikutip dalam situs Kemenag, Kamis (13/8/2020). []