GELORA.CO - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah lantang mengkritik pemerintahan Jokowi. Fahri meminta Istana tak kebakaran jenggot dengan munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Seakan bela KAMI, Fahri Hamzah meminta Istana untuk hargai oposisi.
Fahri Hamzah beberapa waktu lalu mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Jokowi. Politikus asal Nusa Tenggara Barat itu menegaskan bakal terus mengkritik pemerintahan, walau sudah diganjar sebuah penghargaan bintang jasa. Fahri membuktikan hal itu.
Fahri mengatakan efek dari kekuasaan yang bertumpu pada feodalisme dan melupakan akar sejarah bangsa, membuat kekuasaan takut pada kebebasan menyampaikan pikiran atau pendapat. Untuk itu, atas munculnya KAMI, Fahri Hamzah meminta Istana untuk menegurangi praktik mempertontonkan hegemoni kekuasaan.
“Hargailah kelompok oposisi, ingatkan ini semua. Saya ingin ketuk hati Istana, sejarah dan museum adalah masa lalu, imajinasi kita adalah masa depan,” ujarnya dalam talkshow ILC tvOne, Selasa malam 18 Agustus 2020.
Mantan Wakil Ketua DPR itu meminta Istana untuk memperluas kebijaksaaan bukan memperdalam kekuasaan di depan rakyat. “Wahai Istana, kurangi kekuasaan, perbanyaklah ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Dalam refleksi kemerdekaan RI ke-75, Fahri mengingatkan pemerintah dan para elite pada tiga hal yaitu memori kebangsaan, brain of nation dan imagination of nation.
Dari tiga hal itu, Fahri Hamzah melihat bangsa Indonesia punya masalah semuanya. Pertama tentang memori kebangsaan, Fahri mengingatkan lagi soal pesan Bung Karno soal Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Menurutnya, Indonesia kurang sosok yang bisa mengingatkan masyarakat pada sejarah kesatuan bangsa.
“Kita kurang sekali story teller yang hebat. Mengapa kita besar padahal kita dipisah laut, tapi bisa bersatu bareng dalam satu kesatuan. Itu sejarah indah. Kemampuan menyatukan itu kemudian bersatu, itu indah sejarah kita,” ujarnya.
Kedua, Fahri melihat problem bangsa Indonesia saat ini adalah kuatnya feodalisme di kantong kekuasaan. Untuk masalah ini, Fahri mengingatkan lagi pesan Bung Hatta yang pernah mengatakan feodalisme itu dahsyat.
Fahri menilai saat ini Jokowi belum bisa menghapus feodalisme dalam kekuasaannya. Tampang dan pakaiannya sih cenderung ingin melunturkan citra feodalisme namun dalam praktiknya feodalisme belum hilang.
Problem ketiga yang dihadapi saat ini, ujar Fahri, adalah kekuasaan takut dengan suara-suara kebebasan berpikir. Munculnya suara kritis yang diluar narasi kekuasaan membuat pemerintah gagap. Sikap yang pas, ya hargai perbedaan, hargai suara oposisi.
“Problem ketiga yang hambat imajinasi kita yaitu problem kebebasan. Jangan feodal, jangan hambat berpikir,” kata dia.[]