Baru-baru ini, isu mengenai bocornya data pengguna TikTok kepada Partai Komunis China mulai menyeruak. Khususnya setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengeluarkan perintah larangan penggunaan TikTok setelah 45 hari.
Pada Kamis (6/8), Trump juga telah menandatangani perintah eksekutif yang mengharuskan TikTok keluar jika tidak berhasil dibeli oleh perusahaan AS per 15 September 2020.
Selain AS, terdapat beberapa negara lain yang telah dan akan memblokir TikTok karena masalah keamanan, di antaranya adalah India, Australia, dan Jepang.
Melihat situasi tersebut, Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata (KIPS) Kementerian Luar Negeri, Grata Endah Werdaningtyas mengatakan Indonesia terus mengikuti secara seksama kebijakan negara lain terkait penutupan TikTok.
"Namun demikian, Indonesia tidak akan secara serta merta melakukan tindakan serupa karena negara lain melakukan," ujarnya dalam briefing media secara virtual pada Jumat (7/8).
Alih-alih, ia mengatakan, pemerintah akan mendorong agar penyelenggara sistem elektronik dan aplikasi sosial media yang beroperasi di Indonesia terus menaati dan mengikuti peraturan perundang-undangan.
"Pemerintah juga akan terus melakukan pengawasan dan meminta komitmen penyelenggaraan aplikasi sosial media, dalam hal keamanan konten dan penggunaan data di Indonesia," jelas Grata.
"Selama tidak terbukti adanya pelanggaran hukum dan UU di Indonesia, aplikasi sosial media TikTok akan tetap beroperasi di Indonesia," tekannya. (*)