"Masalah keempat, temanya adalah otoriterisme makin pekat. Indonesia di zaman Jokowi tidak sendirian dalam membanting demokrasi sehingga berubah esensi. Beberapa negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika menunjukkan kemiripan," kata Amien dalam video yang di-posting di kanal Amien Rais Official, Sabtu (15/8/2020).
Lalu Amien menyertakan data dari The Economist Intelligence Unit soal Indeks Demokrasi 2018 yang menyurvei 167 negara berdasarkan kebebasan politik dan sipil. Skor tertinggi 10 berdasarkan 5 kriteria. Di atas 8 demokrasi penuh, di bawah 4 rezim otoriter.
Dari enam negara yang ditampilkan, tak ada dan tak disebutkan posisi Indonesia. Keenam negara yang ditunjukkan ialah Korea Utara (1,08), Suriah (1,43), Chad (1,50), Republik Afrika Tengah (1,52), Republik Demokratik Kongo (1,61), dan Equatorial Guinea (1,81).
Amien menyebut di negara otoriterisme, praktik demokratis yang dijalankan di awal akan berubah. Namun, menurutnya, di Indonesia lebih parah karena Jokowi menjalankan politik pencitraan.
"Hanya saja di Indonesia, otoriterisme itu jauh lebih parah. Kita menyaksikan pada kuartal pertama Jokowi jadi presiden, pada awalnya rakyat umumnya percaya akan ada perubahan signifikan bagi kehidupan rakyat. Namun harapan itu cepat kandas. Mengapa?" ujar Amien.
"Karena politik pencitraan (image building) terus saja dilakukan oleh Jokowi sambil terus melakukan janji sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang terdengar merdu di telinga kebanyakan rakyat Indonesia. Dalam literatur politik, Jokowi cukup lihai memainkan politik yang penampilannya itu demokratis tapi substansinya intinya otoriter," imbuhnya.
Amien Rais Sampaikan Risalah Kebangsaan, Lagi-lagi Kritik Jokowi
Dia mengatakan Jokowi menjalankan demokrasi iliberal, di mana kebebasan berbicara, berpendapat, dan juga berkumpul mulai dicurigai. Namun orang-orang di belakang Jokowi membentuknya menjadi demokrasi populis.
"Jokowi terbuai dengan puja-puji pendukungnya. Para sycophants (penjilat) itu dapat meyakinkan mantan Wali Kota Solo yang 'terbaik di dunia' itu benar-benar dicintai rakyat sampai batas yang sangat jauh sampai dia berani mengatakan 'Aku adalah Pancasila'," kata Amien.
Eks Ketua MPR itu mengatakan ada sejumlah penjilat di sekitar Jokowi. Namun, menurutnya, keberadaan penjilat diperlukan saat sistem otoritarisme dibangun.
Amien lalu mengungkit cerita saat Firaun melawan Nabi Musa AS. Dia mengatakan Firaun menjanjikan posisi penting bagi orang sekelilingnya jika membawanya pada kemenangan. Amien bicara hal ini sembari menampilkan Surat Al-Anfal ayat 113 dan 114.
"Hal ini mengingatkan cerita abadi tatkala Firaun mau beradu kekuatan dengan Musa AS. Para petinggi sihir yang mengerumuni Firaun bertanya 'apa kiranya yang akan kita peroleh bila kami berhasil memenangkan Baginda Firaun?'," kata Amien.
Amien Rais: Buzzers dan Jubir Istana Tambah Kecurigaan ke Jokowi
"Jawab Firaun, 'Pasti kalian akan mendapat posisi penting di sekitarku'. Ini Al-Araf 113. Saya baca aslinya. Jadi mereka bertanya, nanti kita peroleh kemenangan, Raja Firaun, apa yang akan kami peroleh? Maka Firaun mengatakan, 'Pasti akan menjadi orang dekat sekelilingku'," tambahnya.
Menurutnya, dalam sistem otoriter, maka sistem checks and balances dalam demokrasi akan dimatikan. Amien mengatakan trias politika yang jadi fondasi demokrasi dimatikan.
"Lembaga legislatif dijadikan lembaga stempel sang otokrat yang sudah jadi penguasa puncak eksekutif. Sementara lembaga yudikatif tak boleh merusak orkestra politik yang sudah dirancang oleh sang otokrat. Nah, penghalang atau penghancuran hukum, secara efektif dihancurkan penegak hukum sendiri. Sehingga obstruction of justice menjadi lebih bahaya lagi, yaitu menjadi desctruction of justice, yaitu penghancuran keadilan. Tipikal otoritarianisme ini sepenuhnya dipraktikkan oleh rezim Jokowi," ujarnya.
Dia mengatakan 'tangan masyarakat' yang tak sejalan dengan rezim akan dipangkas. Menurutnya rezim otoriter Jokowi makin kuat.
"Tangan rezim otoriter sangat ringan memangkas tangan masyarakat yang tak sejalan dengan kemauan rezim yang sesungguhnya immoral dan illegitimate. Tetapi, berdasarkan contoh nasib rezim otoriter di dunia, otoritisme atau otoritarianisme pasti akan ambruk. Makar politik sebuah rezim otoriter tak ada artinya dengan makar Allah SWT. Sayang sekali rezim otoriter rezim Jokowi bukannya makin lemah sehingga demokrasi kita yang sudah terengah-engah makin berdaya. Otoriterisme Jokowi makin kuat dan pekat. Sayang sekali," ucapnya. (*)