GELORA.CO - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) memberikan pendapat hukum terkait penggerudukan oleh Banser (Barisan Ansor Serbaguna), ke rumah Abdul Hakim dan Ustaz Zainullah di Rembang, Pasuruan, Jawa Timur.
Abdul Halim dan Ustaz Zainullah dituduh menghina ulama NU Habib Luthfi bin Yahya, dan menjadi dedengkot Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menyebarkan ajaran khilafah.
Saat penggerudukan yang dilakukan pada Kamis (20/8), Ketua PC GP Ansor Bangil, Saad Muafi yang melakukan tabayun menyatakan HTI organisasi terlarang dan meminta Ustaz Zainullah, berhenti menyebarkan ajaran khilafah.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan dalam pendapat hukumnya menyatakan bahwa HTI bukan organisasi terlarang.
"Organisasi dakwah Hizbut Tahrir Indonesia bukan ormas terlarang menurut hukum," kata Chandra kepada jpnn.com, Minggu (23/8).
Dalam argumentasinya, Chandra menjelaskan bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyatakannya HTI sebagai organisasi terlarang.
Kedua, Chandra mengutip pendapat Prof Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan, oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga perkumpulan HTI, bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI.
"Ketiga, ajaran Islam khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang," tegas advokat yang juga ketua LBH Pelita Umat ini.
Hal itu menurutnya jelas, baik dalam surat keputusan TUN, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966.
Artinya, kata dia, sebagai ajaran Islam, khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat.
"Mendakwahkan ajaran Islam khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, di mana hal ini dijamin konstitusi," jelasnya.
Terakhir, kata Chandra, bahwa apabila ada yang menyatakan ".. ideologi khilafah dan/atau khilafah adalah ideologi..." pernyataan ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam.
Hal ini pun dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP.
Chandra mengingatkan bahwa unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a adalah unsur sengaja jahat, untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies).
"Sedangkan menyatakan terkait khilafah sebagai ideologi kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan di hadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja, terpenuhi," tandas Chandra.[]