GELORA.CO - Langkah buronan Djoko Tjandra membuat e-KTP cuma 30 menit mengundang tanda tanya anggota Komisi III DPR. Dia menyebut ada oknum yang membantu terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko Tjandra awalnya diketahui sempat membuat KTP sebelum mengajukan peninjauan kembali (PK) di PN Jaksel. Nama dalam KTP itu tertulis Joko Soegiarto Tjandra.
"Djoko Tjandra mengajukan PK tanggal 8 Juni 2020 menggunakan KTP yang baru dicetak pada hari yang sama," ujar Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dalam keterangannya, pada Senin (6/7).
Boyamin menyebut data KTP Djoko Tjandra itu berbeda dari dokumen lama. Dia juga mengatakan bila Djoko Tjandra seharusnya tidak bisa melakukan rekam data KTP elektronik karena sesuai ketentuan datanya nonaktif.
Rekam data itu disebut Boyamin dilakukan Djoko Tjandra di kantor Dinas Dukcapil Jakarta Selatan yang berada di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama. Perihal ini disebut Boyamin dilaporkannya ke Ombudsman.
Menaggapi kasus itu, Komisi III DPR pun mengungkap adanya oknum yang 'bermain' menyelamatkan Djoko Tjandra.
"Fokus ini ya soal Djoko Tjandra yang memang ya ada oknum yang bermain untuk membela Djoko Tjandra," ujar Ahmad Sahroni sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020).
Kedatangan Sahroni bersama rombongan Komisi III DPR memang untuk membahas mengenai penegakan hukum dengan jajaran Kejagung. Kembali soal Djoko Tjandra, Sahroni mengaku tidak bisa membeberkan jelas siapa oknum yang dimaksudnya itu.
"Oknum baik di dalam maupun di luar. Saya tidak bisa sebut spesifik. Ada oknum di dalamnya yang menyelamatkan Djoko Tjandra masuk. Dan per hari ini dia tidak datang ke sidang katanya sakit. Saya minta penegakan hukum untuk dicek ulang apakah benar sakit atau hanya mengulur waktu," kata Sahroni.
Politikus NasDem ini menyebut oknum ini sudah membantu Djoko Tjandra sejak awal buron. Namun, Sahroni belum mau membeberkan siapa oknum tersebut.
"Pasti, yang pasti ada orang dalam tapi tidak spesifik yang pasti ada oknum yang memainkan peran untuk membela Djoko Tjandra dengan sedemikian rupa sampai masuk ke Indonesia. Sedang dicari," ucapnya.
Sahroni menyebut dalam kasus Djoko Tjandra seluruh penegakan hukum kecolongan. Ia mengaku permainan yang dilakukan oknum untuk membantu Djoko Tjandra sangat luar biasa.
"Semua penegakan hukum pasti kecolongan oleh oknum yang bersangkutan cuma penegakan hukum tidak serta merta ini kan ada permainan yang luar biasa yang dilakukan oknum tersebut," kata Sahroni.
Komisi III DPR juga mempertanyakan durasi pembuatan e-KTP Djoko Tjandra yang dinilai sangat singkat. Untuk menindaklanjutinya, para anggota Dewan dari komisi hukum itu akan memanggil Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan, yang mengurus pembuatan e-KTP Djoko Tjandra itu.
"(Durasi pembuatan e-KTP Djoko Tjandra) 30 menit yang saya tahu, makanya agak sedikit rancu itu bisa juga kita nanti panggil lurahnya, terutama lurah di Grogol (Selatan)," kata Sahroni.
"Itu nanti bisa kita tanyain nanti sejauh mana yang bersangkutan bikin KTP dengan sangat gampang ini kan baru informasi," imbuhnya.
Selain itu, Komisi III DPR disebut Sahroni akan memanggil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi DKI Jakarta. "Pasti (dipanggil)," ungkapnya.
Atas permasalahan itu, Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan, menceritakan kronologi pembuatan KTP elektronik atau e-KTP Djoko Tjandra yang kurang dari sejam itu sudah sewajarnya.
Ditemui di kantornya, Senin (6/7/2020), Asep mengatakan awalnya ditemui pengacara Djoko Tjandra bernama Anita Kolopaking. Saat itu Anita bertanya kepada Asep mengenai status kependudukan Djoko Tjandra.
"Sebelumnya saya dihubungi oleh pengacaranya untuk menanyakan status kependudukan Pak Djoko Tjandra, apakah KTP-nya Pak Djoko Tjandra ini dengan informasi KTP masih ada atau tidak, masih berlaku atau tidak. Itu yang Bu Anita komunikasikan ke saya," ujar Asep.
Saat itu Asep mengaku mengecek ke sistem dan menemukan datanya tapi belum masuk ke e-KTP. Setelah itu, Asep mengatakan Djoko Tjandra harus datang ke kelurahan untuk direkam sidik jarinya.
"Syaratnya harus yang bersangkutan datang karena itu kan harus direkam KTP dan sidik jari itu tidak bisa diwakilkan, kalau yang lain-lain mungkin bisa diwakilkan," ucap Asep.
Djoko Tjandra lantas datang pada 8 Juni 2020. Asep mengaku Djoko Tjandra mengikuti prosedur yang ada sesuai dengan aturan.
"Djoko Tjandra datang dengan Bu Anita saya persilakan langsung menuju ruang pelayanan di PTSP, saya tanya petugas apakah sudah siap pemotretan, siap, ya menuju ke ruangan untuk pemotretan. Saya tinggal saya ngobrol dengan pengacaranya, hanya 'say hello'. Hanya itu prosesnya, transaksi seperti pelayanan biasa," ujar Asep.
Asep juga mengaku awalnya tidak tahu bila Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali. Apa yang dilakukannya semata-mata untuk membantu warga mendapatkan e-KTP.
"Saya nggak tahu. Terus dia datangnya dari kelurahan dari luar Indonesia dan sebagainya kita nggak tahu. Makanya warga datang ke kita, seperti itu saja," katanya.
Mengenai cepatnya pembuatan e-KTP Djoko Tjandra, Asep mengatakan memang keadaan saat ini begitu adanya. Dia menyebut apa yang dilakukannya normal saja.
"Kurang dari satu jam (pembuatan e-KTP). Memang sehari kelarnya. Karena kesulitan-kesulitan dulu blangko KTP-nya ini yang kosong karena kita tidak bisa mencetak, makanya kemarin-kemarin sudah sesuai yang kita harapkan ada ketersediaan. Blangko KTP-nya ada, sistemnya bagus memungkinkan untuk jadi cepat kenapa tidak kita bantu cetakkan gitu. Pelayanan pelayanan prima harus hari itu selesai. Kalau kita tunda sementara, seharusnya bisa selesai itu yang menjadi permasalahan," ujar Asep.
"Normalnya seperti itu. Jadi nanya juga teman-teman, ada keistimewaan dari kita kelurahan untuk melayani dia? Saya bilang nggak ada. Saya toh tidak menerima dia di ruangan kita arahkan ke ruang pelayanan," imbuh Asep.(dtk)