Beda dengan Thailand, menteri mundur bukanlah tradisi politik di Indonesia, kecuali dilakukan reshuffle sebagai hak prerogratif presiden," kata pengamat politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/7).
Ia berpandangan, selama ini satu-satunya jalan untuk membenahi kinerja kabinet pemerintahan Indonesia adalah dengan melakukan perombakan, bukan sukarela mundur.
Lebih parah, di Indonesia justru lebih banyak bawahannya yang dijadikan 'tumbal' dari kegagalan menteri.
"Yang terjadi di Indonesia, saat kinerja menteri disorot oleh publik atau ketika presiden mengungkapkan kritik terhadap kerja sejumlah pembantunya, maka sang menteri yang 'merasa' biasanya akan merespons dengan melakukan penggantian, mutasi, atau memecat bawahan, seperti dirjen, irjen, dan lain-lain," urai Direktur Survey and Polling Indonesia ini.
Contoh nyata yang baru-baru ini terjadi adalah perombakan yang terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan di bawah kepemimpinan Menteri Terawan Agus Putranto.
Ketika banyak pihak merujuk pada kinerja Menteri Kesehatan yang dianggap layak untuk di-reshuffle, terjadi perombakan tujuh pejabat eselon I dan II di Kementerian Kesehatan. Hal ini juga umumnya berlaku di kementerian lainnya yang saat ini paling disorot kinerjanya," kata Igor.
"Ada kesan kinerja suatu kementerian buruk bukan karena kapabilitas menterinya, tapi karena bawahannya yang bekerja kurang maksimal," tandasnya. (Rmol)