GELORA.CO - Pandemik virus corona baru (Covid-19) memang sebuah bencana yang super berat bagi seluruh dunia.
Oleh karenanya menurut aktivis Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya`roni, penanganannya juga membutuhkan tenaga yang super besar.
"Dengan cara-cara biasa akan sulit mengatasi Covid-19, perlu upaya extra-ordinary," ujarnya seperti melansir rmol.id, Kamis 16 Juli 2020 kemarin.
Kementerian Kesehatan yang dianggap tidak responsif menangani corona dibuktikan dengan serapan anggaran yang masih rendah.
"Kasus berubahnya pejabat struktural Kemenkes menjadi fungsional bisa dibaca sebagai pembenahan organisasi agar Kemeskes lebih sigap menangani Covid-19," ujar Sya`roni menanggapi rotasi besar-besaran di tubuh Kemenkes.
Di Indonesia, lanjut Sya`roni, mungkin pejabat eselon yang menjadi korban, beda dengan negara lain.
Di luar negeri, sudah ada selevel Menkes yang mengundurkan diri dan dipecat karena tidak sanggung menangani Covid-19.
Menkes di negara lain yang sudah mengundurkan diri, diantaranya: Menkes Belanda Bruno Bruins, Menkes Rumania Victor Costache, Menkes Selandia Baru David Clark, Menkes Ekuador Catalina Andramuno, Menkes Brasil Luiz Mandetta dan Nelson Teich, dan Menkes Chili Jaime Manalich.
Sementara Menkes yang dipecat adalah Menkes Kirgistan Kosmosbek Cholponbaev.
Menurut Sya`roni, dengan banyaknya Menkes di dunia yang mengundurkan diri, maka wajar saja terjadi fenomena pejabat eselon yang mundur atau diberhentikan.
"Karena beban kerja selama menangani Covid-19 memang sangar berat, sehingga person-person yang masih kerja biasa-biasa saja layak untuk diganti," tutupnya.
Disisi lain, pengamat politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara mengatakan keputusan sejumlah menteri dan tim ekonomi Thailand yang ramai-ramai mundur karena resesi tidak akan diikuti pemerintah Indonesia meski krisis ekonomi sekalipun.
"Beda dengan Thailand, menteri mundur bukanlah tradisi politik di Indonesia, kecuali dilakukan reshuffle sebagai hak prerogratif presiden," ujarnya.
Kata dia, selama ini satu-satunya jalan untuk membenahi kinerja kabinet pemerintahan Indonesia adalah dengan melakukan perombakan, bukan sukarela mundur.
Lebih parah, di Indonesia justru lebih banyak bawahannya yang dijadikan `tumbal` dari kegagalan menteri.
"Yang terjadi di Indonesia, saat kinerja menteri disorot oleh publik atau ketika presiden mengungkapkan kritik terhadap kerja sejumlah pembantunya, maka sang menteri yang `merasa` biasanya akan merespons dengan melakukan penggantian, mutasi, atau memecat bawahan, seperti dirjen, irjen, dan lain-lain," urai Direktur Survey and Polling Indonesia ini.
Contoh nyata yang baru-baru ini terjadi adalah perombakan yang terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan di bawah kepemimpinan Menteri Terawan Agus Putranto.
Ketika banyak pihak merujuk pada kinerja Menteri Kesehatan yang dianggap layak untuk di-reshuffle, terjadi perombakan tujuh pejabat eselon I dan II di Kementerian Kesehatan. Hal ini juga umumnya berlaku di kementerian lainnya yang saat ini paling disorot kinerjanya," kata Igor.
"Ada kesan kinerja suatu kementerian buruk bukan karena kapabilitas menterinya, tapi karena bawahannya yang bekerja kurang maksimal," tuturnya.
Sebelumnya, sebanyak tujuh pejabat eselon 1 dan 2 di Kementerian Kesehatan beralih posisi menjadi pejabat fungsional dokter Ahli.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto melantik tujuh pejabat fungsional baru, di Gedung Kementerian Kesehatan, Rabu kemarin (15/7).
Dari tujuh pejabat itu, lima orang berasal dari Direktorat Jenderal Pelayanan Masyarakat, satu dari Sekretariat Jenderal dan satu lagi dari Badan Penelitian dan Pengembangan.
Menteri Terawan menyebutkan bahwa pergantian, promosi atau mutasi merupakan satu hal yang sangat wajar dalam sebuah organisasi.[ljc]