GELORA.CO - Keluarga presiden Jokowi turut meramaikan pesta demokrasi Pilkada Serentak 2020 di sejumlah daerah. Putra pertama Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka akan bertarung dalam pemilihan wali kota Solo, dan menantu Jokowi, Bobby Afif Nasution suami dari Kahiyang Ayu akan maju dalam pemilihan wali kota Medan.
Selain mereka, Wahyu Purwanto, suami dari adik kandung Jokowi, maju di Pilkada Gunungkidul dan Dolly Sinomba Siregar, paman dari Bobby Nasution, maju di Pilkada Kabupaten Tapanuli Selatan.
Menurut Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, masuknya nama putra sulung dan menantu, serta besan presiden Jokowi dalam bursa calon kepala daerah 2020 menjadi sorotan publik. Karena keluarga presiden yang masih menjabat ikut serta dalam perhelatan kontestasi elektoral pilkada serentak 2020.
“Sebagai presiden yang masih menjabat, semestinya keluarga inti presiden harus menjaga jarak dari politik praktis, berupaya menghindari konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan, serta memanfaatkan pengaruh presiden (coattail effect) untuk kepentingan pribadi terkait kontestasi yang akan mereka ikuti,” kata Pangi saat dihubungi, Jumat 24 Juli 2020.
Di sisi lain menurut Pangi, memang secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar dan membatasi siapa pun termasuk anak, keluarga presiden sekali pun untuk terlibat dalam politik praktis.
“Namun tersandera soal etika dan kepatutan, semestinya harus dipertimbangkan matang, jangan terkesan seperti fenomena politik aji mumpung kebetulan bapak lagi jadi presiden,” ujarnya.
Politik dinasti pada dasarnya sudah mengakar kuat di Indonesia mulai dari dinasti Soekarno, Soeharto, hingga SBY namun untuk Jokowi adalah eksperimen awal membangun trah dinasti politiknya.
“Pertanyaannya adalah apakah Jokowi sudah menyiapkan infrastruktur untuk menopang politik dinastinya?” ucapnya.
Menurutnya jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa saja eksperimen politik dinasti Jokowi ini hanya ajang kelinci percobaan. “Kalau seandainya gagal misalnya, maka sama saja mempermalukan dan menggerus legitimasinya sebagai presiden RI,” ujarnya.
Selain itu jika Jokowi menggantungkan harapan pada PDIP sebagai infrastruktur politiknya maka bisa menjadi dilema. Elite PDIP akan mempersempit ruang geraknya, kalau pun dibuka akan menghambat dinasti politik yang sudah dibangun, sebab ketua umum partai lain juga sedang menyiapkan trah dinasti politiknya.
Langkah ini akan melahirkan konflik internal yang merusak tradisi meritokrasi, memprioritaskan figur kader internal yang sudah berdarah-darah membesarkan partai.
“Inilah buah simalakamanya, jika Jokowi mempersiapkan infrastruktur politik dan penopang lain untuk membangun dinasti politiknya, maka beliau akan distempel menyalahgunakan kekuasaannya. Jokowi tidak akan membiarkan putra dan menantunya berjuang sendiri, tidak tega melihat mereka kalah dalam kontestasi elektoral, tentu hal tersebut bisa memalukan Jokowi,” paparnya. []