Hal itu lantaran penceramah itu dinilai telah menghina ulama Jawa dan memicu kebencian antarsuku dan ras. Akan tetapi, tidak demikian dengan Natalius Pigai yang memberikan pembelaan.
Menurutnya, apa yang disampaikan Zulkarnain adalah cukup mewakili perasaan mayoritas suku dan ras di luar Jawa.
Demikian disampaikan Natalius melalui akun Twitter pribadi miliknya, @NataliusPigai2, Selasa (28/7/2020),
“Saya kira Ustad Tengku telah mewakili perasaan mayoritas luar Jawa,” tulisnya.
Akitivis asal Papua ini juga menyatakan, bahwa selama ini Indonesia ‘dikuasai’ oleh suku Jawa.
Itu berdasarkan sosok-sosok para pemimpin di Indonesia sejak memproklamirkan diri merdeka pada 17 Agustus 1945 silam.
Pun demikian dengan kekayaan Indonesia yang selama ini lebih banyak mengalir ke Jawa.
“74 tahun Presiden, Wakil Presiden, mayoritas menteri Jawa, kekayaan mengalir ke Jawa,” kata Pigai.
Ia pun lantas menyinggung keadilan sebagaimana mestinya bisa juga dirasakan oleh wilayah lain selain Jawa.
Pigai juga mengungkit kebencian masyarakat Aceh yang kini juga disebutnya mulai dirasakan masyarakat Papua.
Karena itu, menurutnya, Presiden Joko Widodo juga semestinya melihat dan menyadari hal ini.
“Ini Injustice! Dulu Aceh benci, saya duga Rakyat Papua jg mulai sakit hati. Jokowi mesti baca Signal ini!” tegasnya.
Sebelumnya, ceramah Ustad Tengku Zulkarnain dinilai merendahkan masyarakat dan ulama Jawa.
Dalam video yang beredar, ia menyebut salah satu kebiasaan masyarakat Jawa yang pamit dengan berjalan mundur.
Menurutnya, kebiasaan tersebut dinilainya lucu. Bebeda dengan kebiasaan dan budaya adat Sumatera.
“Kalau Jawa pulang nampak idung, karena dia mundur jalannya. Biarkan kami ustad-ustad Sumatera dengan gaya Sumatera,” katanya.
Dia juga menyebut ulama Jawa jika berceramah di Sumatera juga tidak akan didengarkan oleh umat. Pasalnya, ulama Jawa disebutnya terlalu kalem dan akan membuat umat tertidur.
Atas hal itu, Muanas Alaidid menyebut, ceramah Tengku Zulkarnain itu terindikasi melanggar pasal 16 juncto Pasar 4 huruf b angka 2 UU nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis serta melanggar pasal 156 KUHP.(*)