GELORA.CO - Meningkatnya ketegangan antara Australia dan China dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk melakukan penipuan. Salah satu modusnya dengan melakukan penculikan virtual agar mendapat uang tebusan.
Polisi mengatakan, sudah ada delapan kasus penculikan virtual yang melibatkan total tebusan hingga 3,2 juta dolar Australia atau Rp 33 miliar (RP 10.300/dolar Australia) untuk tahun ini.
"Kami telah memiliki serentetan (kasus) dalam beberapa bulan terakhir di mana hampir setiap akhir pekan kami menemukan jatuhnya korban untuk salah satu penipuan ini," ujar Direktur Komando Kejahatan negara bagian New South Wales (NSW), Darren Benett.
Bennett menjelaskan, modus penipuan dilakukan dengan cara panggilan telepon. Pelaku menelepon korban dengan menyamar sebagai pajabat China setempat untuk memperingatkan pelajar bahwa mereka terlibat dalam sebuah kasus di China. Untuk menghindari kasus tersebut, pelajar harus membayar sejumlah uang atau akan ditangkap dan dideportasi.
"Jika Anda mendapatkan salah satu panggilan telepon ini, tutup, telepon polisi, telepon universitas, dan jangan bayar," imbuh Bennett.
Selain dengan modus tersebut, Bennett mengatakan, beberapa penipu meminta korban untuk menelepon keluarga dan teman-teman mereka. Namun sebelum itu, mereka diminta menyewa kamar hotel dan mengambil gambar atau rekaman video yang menunjukkan kondisi mereka dalam terikat dengan mata ditutup.
Gambar atau video tersebut lalu dikirim ke keluarga mereka di luar negeri untuk mendapatkan uang tebusan.
"Kita perlu memperhitungkan faktor budaya dan fakta bahwa penipuan itu sangat dipoles," kata pejabat kepolisian NSW, Peter Thurtell.
Beberapa waktu lalu, ketegangan antara China dan Australia membuat Beijing memberikan peringatan pada pelajarnya mengenai risiko keamanan yang akan didapatkan jika belajar di negeri Kanguru. []