GELORA.CO -Tahun 1990 enam warga Wonoboyo, Kecamatan Jogonalan, Klaten menemukan 4 guci berisi perhiasan dan peralatan emas berbagai jenis tertimbun pasir dan tanah. Dari enam penemu puluhan kilogram artefak kuno dari emas yang diperkirakan peninggalan abad IX itu, kini tinggal 4 orang yang masih hidup.
"Ya hanya tinggal 4 orang yang masih hidup penemunya," ungkap Kades Wonoboyo Kecamatan Jogonalan, Supardiyono pada detikcom, Minggu (26/7/2020).
Supardiyono menjelaskan untuk mengenang jasa para penemu dan kejadian itu, Pemdes membangun tugu dan rumah situs. Dua bangunan itu sebagai penanda peristiwa.
"Rumah situs dan monumen itu untuk mengenang peristiwa penemuan benda sejarah itu. Selama ini belum ada penandanya, sehingga dibangun agar generasi muda tahu," kata Supardiyono.
Dikatakan Supardiyono, pembuatan rumah situs dan monumen didanai dengan dana desa. Untuk foto bekerja sama dengan museum nasional dan Museum Ronggowarsito.
"Dibangun dengan dana desa dan diresmikan bulan Desember 2019 dan saat ini sedang dibangun kantor BUMDes. Foto perhiasan sebagian dari museum Nasional dan Museum Ronggowarsito Semarang," sambung Supardiyono.
Lebih lanjut Supardiyono mengutarakan yang didirikan hanya rumah situs bukan museum. Sebab untuk mendirikan museum harus ada benda aslinya.
"Pembangunan rumah situs itu atas saran museum Nasional. Sebab untuk membuat museum harus ada barangnya sedangkan barangnya ada di Museum Nasional dan untuk membuat replika saja juga tidak mudah," lanjut Supardiyono.
Ditanya soal berat harta karun yang kini disimpan di Museum Nasional itu, Supardiyono mengaku ada banyak versi. Yang dihitung dulu hanya emas.
"Barang aslinya di Museum Nasional. Ada yang bilang 30 kg, ada 27 kg ada 35 kg dan di beberapa literatur berbeda dan itu yang hanya wujud emas saja, sedangkan perak dan tembaga tersebar tidak dihitung," tambah Supardiyono.
Widodo (56) salah seorang penemu menceritakan dari 6 penemu dua orang sudah meninggal. Saksi penemuan hanya tinggal 4 orang.
"Saat nemu itu saya, Pak Wito Lakon, Hadi Sihono, Pak Surip, Pak Sumarno, dan Sudadi. Tapi Pak Wito dan Mbah Hadisih sudah meninggal," papar Widodo kepada detikcom di rumahnya.(dtk)