GELORA.CO - Harus ada komunikasi yang diperbaiki oleh pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kepada organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah.
Hal itu ditegaskan anggota Ombudsman RI, Ahmad Suadi menyusul mundurnya PP Muhammadiyah dari program organisasi penggerak (POP) Kemendikbud.
Bagi Ahmad Suadi, polemik mundurnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam POP bukan semata-mata karena persoalan anggaran atau uang, melainkan adanya pengabaian pemerintah terhadap peran ormas terbesar Islam di Indonesia sebagai penggerak pendidikan di Tanah Air.
"Sebenarnya yang terpenting dari itu adalah partisipasi. Mungkin uang Rp 20 miliar (anggaran POP) tidak banyak kalau kita melihat seluruh Indonesia. Tetapi kalau tidak ada Muhammadiyah dan NU, itu artinya pemerintah mengabaikan partisipasi mayoritas masyarakat, karena dua organisasi ini kan paling terbesar di Indonesia," kata Ahmad Suadi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/7).
"Jadi isunya bukannya soal uang, tapi partisipasi dan kontribusi lembaga masyarakat," jelasnya.
Oleh karenanya, pola komunikasi Kemendikbud menjadi wajib dievaluasi, termasuk mengubah konsep program organisasi penggerak agar lebih baik.
"Ya mungkin pemerintah harus berbicara lagi. Saya kira yang penting itu sinergi, jadi pemerintah harus memperhatikan situasi-situasi seperti itu," pungkas Suadi.(rmol)