“Keputusan hukum melalui proses pengadilan yang terbuka dan imparsial harus dihormati,” ujar Ketua Pengurus Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas pada Senin (13/7).
Menanggapi respons beragam dunia internasional, Robikin mengatakan bahwa setiap putusan lembaga peradilan di negara mana pun tidak akan memuaskan seluruh pihak. “Oleh karena itu, sepanjang proses peradilan dan hakim dalam mengambil keputusan imparsial, maka putusan harus dihargai,” kata dia.
Dukungan sama juga disampaikan oleh Muhammadiyah, ormas Islam tertua di Indonesia, dalam menyoroti persoalan Hagia Sophia. Wahid Ridwan, Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja sama Internasional Muhammadiyah, menyampaikan pembukaan kembali Hagia Shopia sebagai Masjid merupakan hak penuh pemerintah dan rakyat Turki.
“Perubahan status dilakukan secara proses hukum dan birokrasi, sebagaimana sebuah negara demokratis sehingga tidak perlu dipertentangkan dunia internasional karena semua telah melalui proses yang sangat accountable,” ucap dia.
Menghubungkan perubahan Masjid dengan tempat suci bagi umat Kristiani Ortodoks yang terkesan ‘menyakiti’ tidak beralasan, kata Wahid. Menurutnya, justru di sini letak toleransi dan pembangunan peradaban dunia oleh kerukunan dua agama.
“Tekanan itu tak akan mengubah sikap pemerintah dan rakyat Turki. Barat harus memahami bahwa pandangan mereka terhadap Islam sangat sempit,” terang Wahid.
Wahid menambahkan sepanjang barat tidak bisa memahami keluhuran ajaran Islam dan bertindak fobia, maka mereka akan selalu melakukan penolakan. “Pemerintah Turki dan rakyatnya tetap memberikan keterbukaan akses bagi semua orang tanpa membedakan agama. Lalu apa alasan mereka mengkritik?” tanya Wahid.
Wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih
Semenatra itu, Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Surahman Hidayat menyampaikan status Hagia Sophia merupakan wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih usai pembebasan Konstatinopel pada 1453. Namun pada tahun 1934, kata dia, Masjid Hagia Sophia diubah menjadi museum secara ilegal.
“Dekrit Pemerintah Turki saat ini hanya mengembalikan Hagia Sophia ke fungsi semula sebagai Masjid dengan menunaikan amanah wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih atas Hagia Sophia,” ujar Surahman dalam pernyataannya.
Surahman menyampaikan Presiden Erdogan dalam pidatonya menegaskan manajemen Masjid Hagia Sophia akan terbuka melayani muslimin dan juga non muslim yang datang berkunjung. Bahkan, kata Surahman, dihapuskannya status Hagia Sophia sebagai museum berarti dihapuskannya tiket masuk.
Kondisi ini, ujar dia, membuat siapapun dapat masuk ke dalam Masjid Hagia Sophia. “Semua orang harus menghormati sistem dan otoritas hukum Turki, kedaulatan internal Turki dan sejarah panjang bangsa Turki,” pungkas dia.
Pengadilan tinggi Turki pada Jumat membatalkan dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum, pembatalan itu bisa mengembalikan status situs itu kembali menjadi masjid. Sebuah LSM di Istanbul, Asosiasi Yayasan Berkelanjutan untuk Artefak Sejarah dan Lingkungan, mengajukan tuntutan yang meminta pembatalan keputusan Dewan Kabinet pada 1934 untuk mengubah Hagia Sophia menjadi museum setelah menjadi masjid selama lebih dari 500 tahun.
Jika semua tahap persiapan selesai dilakukan, pemerintah Turki akan membuka Hagia Sophia sebagai tempat ibadah mulai 24 Juli. Presiden Turki menegaskan, pada Jumat, Hagia Sophia akan dibuka bagi semua warga di dunia. (*)