GELORA.CO - Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengaku tidak pernah menyesal kehilangan penglihatan mata kirinya karena siraman air keras. Novel mengajak publik untuk tidak takut memberantas korupsi.
Novel mengingatkan kembali perjuangan para tokoh nasional yang tetap hidup damai mesti mengalami hambatan dan serangan. Sebaliknya, ia sering melihat kehidupan koruptor yang sia-sia.
"Contohnya begini, saya itu 'kan sering geledah rumah koruptor, saya tahu kehidupan pribadi para koruptor, saya lihat semua. Saya belum pernah lihat koruptor yang keluarganya bahagia," ujar Novel dalam Live Instagram 'Carut-marut Putusan Penyerang Novel Baswedan' bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (26/7).
"Saya belum pernah lihat koruptor yang anaknya, cucu-cucunya, sukses, belum pernah. Tapi kalau kita lihat generasi pendiri bangsa, apakah kebanyakan susah? Justru kebanyakan sukses," sambungnya.
Menurut Novel, kehidupan koruptor akan selalu mengarah maksiat. Tanpa sadar, mereka telah merusak diri sendiri dengan merongrong uang negara.
"Tidak sedikit juga mereka yang pakai narkoba, pejabat sekalipun. Kalau kita berjuang untuk orang banyak, itu kita dididik menjadi orang baik. Anak muda, pilihlah jalan itu. Masa, takut, sama penjahat? Mereka kuat karena dibesar-besarkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Novel mengaku akan tetap memperjuangkan kasusnya. Ia terus mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Novel kecewa dengan Polri yang tidak tuntas menyelidiki pelaku sesungguhnya. Novel meyakini peristiwa itu terkait kasus besar yang ia tangani.
"Kita desak presiden membentuk TGPF, agar serangan ke KPK, aktivis, bisa diungkap. Saya yakin kelompoknya itu-itu saja, penjahat gabung penjahat," ujar Novel.
"TPF yang dibentuk pada bulan Januari itu tindak lanjut dari Komnas HAM. Tapi ternyata bukan tim gabungan, tim yang hampir semuanya dari Polri dan staf ahli Kapolri (Satgas Novel). Saya ingin mengajak kita untuk tidak lupa serangan ke KPK tak hanya ke saya, ini harus diusut semuanya. Layak kita tuntut presiden agar dibentuk TGPF di bawah presiden," kata Novel.
April 2017 lalu, Novel disiram air keras usai salat Subuh di masjid dekat rumahnya. Setelah tiga tahun berlalu, terungkap bahwa kedua penyiram tersebut adalah dua polisi aktif, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
Keduanya mengaku hanya memiliki dendam pribadi, tak terkait kasus. Hakim memvonis Ronny dengan hukuman dua tahun penjara dan Rahmat dengan hukuman satu tahun bui.
Novel meyakini aktor intelektual kasus ini belum terungkap. []