Oleh: Hersubeno Arief
DENNY Siregar yang sering dijuluki sebagai buzzer pemerintah, sedang uring-uringan.
Data pribadinya di Telkomsel dibobol hacker. Disebar di media sosial. Jadi konsumsi publik. Dia mengancam akan menggugat Telkomsel.
Di luar Denny, kebocoran data karena aksi kejahatan sesungguhnya sudah lama marak.
Korbannya terbanyak adalah para aktivis, kelompok kritis penentang pemerintah.
Sepanjang pekan kemarin, di berbagai group pertemanan (WAG) hampir setiap hari muncul pemberitahuan. Akun WA salah satu anggota dibajak. Salah satunya milik seorang purnawirawan marsekal, mantan Kepala Staf TNI AU.
Sebagian kasus pembobolan, maupun pembajakan, bersifat politik. Tapi banyak juga yang motifnya bersifat kriminal. Penipuan receh berupa peminjaman uang, jual beli barang murah, dan yang lebih serius pembobolan rekening bank.
Kasus yang bikin heboh adalah pembobolan rekening bank milik wartawan senior Ilham Bintang. Kasus ini tengah bergulir di pengadilan. Rabu (8/7), Pengadilan Negeri Jakarta Barat mulai menyidangkan kasusnya.
Lima terdakwa pelaku pembobolan, termasuk Desar (20) otak komplotan yang berasal dari Palembang Sumatera Selatan. Tiga orang terdakwa lainnya disidangkan secara terpisah.
Kasus ini modusnya lebih sederhana dibandingkan dengan aksi para hacker yang melakukan aksi untuk kepentingan politik.
Pelakunya juga tidak perlu pinter-pinter amat. Tidak perlu jago banget IT. Desar, si otak komplotan, menurut keterangan polisi hanya tamatan sekolah dasar (SD).
Betapa rentannya keselamatan para pengguna telepon seluler dan nasabah bank. Kasus ini tidak mungkin terjadi jika tidak melibatkan orang dalam. Baik berupa kesengajaan, maupun keteledoran karena tidak menjalankan SOP secara benar.
Tidak adanya perlindungan yang maksimal. Data pribadi dan tabungan dalam jumlah ratusan juta, bahkan miliaran rupiah bisa menguap dalam sekejap.
Sedihnya operator maupun bank tidak bisa dituntut dan dimintai pertanggungjawaban.
Dalam kasus Ilham Bintang, operator telepon seluler Indosat dan Bank Commonwealth bebas melenggang. Padahal mereka punya andil kelalaian yang menyebabkan terjadinya kejahatan.
Kasus ini bermula ketika komplotan Desar mendapatkan data pribadi Ilham dari Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kok bisa?
Menurut polisi salah satu tersangka adalah karyawan sebuah bank swasta.
Dengan data Slik dari OJK yang lengkap, seperti kata Ketua Majelis Hakim Kamaluddin, mereka kemudian mendatangi gerai Indosat di Bintaro.
Dengan KTP palsu, mereka kemudian minta penggantian kartu perdana milik Ilham. Berdasarkan rekaman CCTV yang diperoleh Ilham, proses penggantian kartu berlangsung tidak lebih dari 6 menit.
Prosedur verifikasi salah satunya dengan menyebutkan tiga nomor terakhir yang dihubungi, tidak dilakukan.
Dengan menguasai nomor Indosat milik Ilham mereka kemudian sukses membobol akun bank pemilik tabloid sohor Cek & Ricek (almarhum) di Bank Commonwealth.
Saat proses pembobolan bank, telepon seluler Ilham sedang tidak aktif. Dia tengah berada di Australia menjenguk anaknya.
Ilham menyesalkan mengapa yang menjadi tersangka hanya para pembobol, padahal ada unsur kelalaian dan kehati-hatian dari petugas Indosat maupun Bank?
Harusnya hakim menghadirkan pegawai Indosat yang melayani komplotan. "Itu penting untuk mengurai tanggung jawab Indosat," ujar Ilham.
Begitu juga bagian IT Commonwealth Bank. Mereka harus menerangkan kepada hakim bagaimana mekanisme kerjanya. Tidak bisa urusan nasabah, apalagi menyangkut dana ratusan juta sampai miliaran rupiah hanya diserahkan kepada mesin.
Sejauh ini Commonwealth tetap bersikukuh dan menganggap mesin IT-nya sudah bekerja benar.
Kasus ini berdampak serius terhadap para pelanggan telepon seluler, maupun nasabah bank. Juga bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap otoritas pemerintah, industri telepon seluler dan perbankan.
Betapa mudahnya data dari OJK bocor. Betapa mudah mengambil-alih nomor telepon milik orang lain. Dan betapa mudahnya membobol rekening di perbankan.
Setelah kasus Ilham meledak, industri jasa telekomunikasi, perbankan, dan OJK berjanji akan memperbaiki SOP mereka.
Namun, kata Ilham, bulan Mei lalu kasus serupa kembali terulang. Seorang pemakai Indosat kartunya dibobol. Tabungannya sebesar Rp 675 juta di BRI amblas disikat komplotan penjahat.
Negeri ini benar-benar makin tidak aman. (*)