GELORA.CO - Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), MS Kaban, menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia dibuat tercoreng sudah oleh seorang buronan korupsi Djoko Tjandra. Diketahui Djoko Tjandra bisa mendapatkan fasilitas surat jalan dari Bareskrim Polri.
Menurut Kaban, banyak pejabat yang menjadi korban gara-gara seorang buronan Djoko Tjandra. Di antaranya, Lurah Grogol Selatan di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Asep Subhan. Kemudian, perwira tinggi (Pati) Polri Brigjen Prasetijo Utomo, yang dicopot dari Karo Karwas PPNS Bareskrim Polri.
"Djoko Tjondro jelas-jelas langgar hukum. Lurah, brigjen jadi korban kok masih dibelain. Dia buronan, tangkaplah, adili penjarakan. Itulah keadilan. Beretorika apa pun alasan licinlah, aparat kami enggak kenal, hanya show i am the law. Kredibilitas hukum makin rendah. Kata orang Medan, muak kali nengoknya," kata Kaban dikutip dari akun Twitternya pada Jumat, 17 Juli 2020.
Oleh karena itu, Kaban yang merupakan mantan Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini meminta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD untuk segera mengumumkan siapa saja yang terlibat dalam skandal Djoko Tjandra.
"Kenapa buronan tidak ditangkap? Padahal sudah ada di dalam negeri. Ngerii kali ahh. Salam hormat untuk Prof, semoga berkah untuk bangsa," ujarnya.
Diketahui, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengeluarkan surat telegram rahasia (TR) berisi rotasi jabatan Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Rotasi buntut terbukti bersalah menerbitkan surat jalan terhadap buronan Djoko Tjandra.
Surat TR Kapolri itu tertuang pada TR bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. TR tersebut ditandatangani langsung oleh AS SDM Kapolri, Irjen Sutrisno Yudi Hermawan. Dalam TR itu disebutkan, kalau Brigjen Pol Prasetyo Utomo dimutasi dari jabatan awalnya sebagai Karo Karwas PPNS Bareskrim Polri menjadi pati Yanma Polri dalam rangka pemeriksaan. Selain itu, Brigjen Prasetijo juga ditahan selama 14 hari di sel khusus.
"Mulai hari ini juga ditempatkan di tempat khusus selama 14 hari. Jadi ada tempat Provos Khusus untuk anggota dan sudah disiapkan, mulai malam ini BJPU ditempatkan di tempat khusus Provos Mabes Polri selama 14 hari," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri pada Rabu, 15 Juli 2020.
Kemudian Polri juga memeriksa data Interpol terkait hilangnya red notice buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali ini. Tak segan, Polri akan menindak tegas siapa pun pihak yang terlibat dalam terbitnya surat jalan buronan kelas kakap Djoko Tjandra itu sesuai arahan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis.
"Saat ini dari Div Propam Polri sedang melakukan pemeriksaan kepada personel yang mengawali daripada pembuatan red notice yang ada di Hub Inter (Divisi Hubungan Internasional Polri). Kalau ada pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, akan diproses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Di samping itu, Lurah Grogol Selatan Asep Subhan juga resmi dicopot dari jabatannya karena membantu buronan Djoko Tjandra dalam pembuatan perpanjangan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Udah dicopot oleh atasannya langsung kemarin tanggal 10 Juli terhitung 10 Juli dia ditarik ke wali kota jadi staf salah satu bagian," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Chaidir.
Dengan demikian, ia mengatakan bahwa Asep sudah tidak aktif menjabat sebagai lurah. Kini, tinggal pendalaman lagi apakah dia melanggar atau tidak dan pengusutan tetap dilakukan untuk diberikan sanksi apakah ringan, sedang atau berat.
Sementara Djoko Tjandra mendaftarkan PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Dia merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.
Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya. []