Menilik Strategi Keberhasilan Redenominasi Rupiah

Menilik Strategi Keberhasilan Redenominasi Rupiah

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Isu redenominasi Rupiah belakangan kembali muncul seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Di dalam PMK tersebut terdapat Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) sebagai salah satu RUU yang akan diusulkan Kementerian Keuangan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2020-2024.

Redenominasi merupakan bentuk penyederhanaan nilai nominal mata uang dengan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai riil mata uang tersebut. Redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai pada mata uang (alat pembayaran) dan nilai barang dan jasa.

Rencananya redenominasi dilakukan dengan menghilangkan 3 digit angka nol. Misalkan uang kertas Rp10.000 akan menjadi Rp10, dengan nilai tukar yang sama. Artinya jika sebelum redenominasi uang Rp10.000 dapat membeli satu botol air mineral, setelah redenominasi menjadi Rp10 untuk satu botol air mineral.

Dalam PMK-77/2020 disebutkan bahwa urgensi redenomenasi adalah untuk menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit Rupiah. Selain itu, redemoninasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah.

Mata uang Rupiah saat ini memang memiliki nilai nominal yang terlalu besar sehingga menyulitkan terutama dalam pencatatan transaksi akuntansi dan pelaporan keuangan. Hal ini dapat kita lihat dalam laporan keuangan perusahaan maupun pemerintah dimana pencatatan dinyatakan dalam miliaran atau triliunan agar lebih sederhana.

Selain itu, nilai Rupiah juga terlalu besar dan kurang bernilai jika dibandingkan dengan negara-negara lain apabila diukur dalam mata uang global seperti Dollar Amerika.

Berdasarkan data yang dihimpun dari exchange-rates.org, Rupiah merupakan mata uang yang nilainya nomor 2 paling rendah setelah Vietnam diantara negara-negara asia-pasifik. Beberapa alasan tersebut memang menjadi pertimbangan yang penting untuk melakukan redenominasi terhadap rupiah.

No

Mata Uang/Negara


 Nilai Tukar US$ 1

Jika redenominasi dilakukan, dengan menggunakan dasar nilai tukar ini, maka nilai rupiah terhadap US$ 1 menjadi Rp14,61.

1

Dong Vietnam

22.991

2

Rupiah Indonesia

14.617

3

Kip Laos

8.984

4

Riel Kamboja

4.060

5

Kyat Myanmar

1.378

6

Won Korea

1.194

7

Yen Jepang

106,87

8

Taka Bangladesh

84,1

9

Rupee India

74,67

10

Peso Filipina

49,38


Sumber: Diolah dari exchange-rates.org, per 22 Juli 2020.

Wacana untuk melakukan redenominasi Rupiah sebenarnya sudah sejak lama muncul. Bank Indonesia (BI) pada tahun 2010 pernah merencanakan akan melakukan redenominasi mata uang rupiah namun belum berhasil dilaksanakan.

Pada tahun 2017, Menteri Keuangan dan Gubernur Indonesia kembali mengajukan rencana redenominasi melalui RUU Redenominasi kepada Presiden Joko Widodo. Namun RUU tersebut tidak masuk dalam Prolegnas 2018-2019, hingga akhirnya pada tahun ini Kementerian Keuangan kembali merencanakan pengajuan RUU tersebut sebagaimana yang dicantumkan dalam PMK-77/2020.

Pasang surut rencana redenominasi tersebut disebabkan banyak faktor seperti faktor ekonomi yang harus diperhatikan sebelum melakukan redemoninasi hingga faktor politik. Faktor ekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar harus diperhatikan sebelum melakukan redenominasi.

Tingkat inflasi yang cenderung rendah dan stabil akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan pelaksanaan redenominasi. Tingkat pertumbuhan yang tinggi juga menjadi faktor penting keberhasilan redenominasi. Begitu pula dengan nilai tukar yang stabil akan mengurangi risiko-risiko yang tidak diinginkan.

Melihat kondisi perekonomian global dan Indonesia yang saat ini sedang tidak baik akibat dampak pandemi Covid-19, menjadi tantangan dalam mewujudkan redenominasi rupiah. Meskipun tingkat inflasi tidak mengalami peningkatan yang drastis, namun pertumbuhan ekonomi diperkirakan terkoreksi cukup dalam.

Begitu pula nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang saat ini tidak stabil dan cenderung melemah ditengah kondisi perekonomian yang kurang baik. Namun, proses redenominasi tersebut akan membutuhkan waktu yang cukup panjang, karena RUU Redenominasi harus dibahas terlebih dahulu di DPR untuk kemudian disahkan. Sehingga diharapkan perekonomian Indonesia ke depan semakin membaik sebelum redenominasi dapat dilaksanakan.

Selain memperbaiki sisi perekonomian, apa saja Langkah yang harus dilakukan Pemerintah dan Bank Indonesia agar redenominasi dapat berjalan dengan baik.

Sosialisasi kepada Masyarakat

Pemerintah dan Bank Indonesia harus segera mensosialisasikan rencana redenominasi kepada masyarakat luas agar mereka benar-benar memahami mengenai redenominasi rupiah. Sosialisasi sangat penting agar tidak menimbulkan kepanikan ditengah masyarakat dan menghindari isu-isu yang tidak benar dan menyesatkan yang beredar di tengah masyaratkat.

Sosialisasi yang dilakukan tentu akan membutuhkan waktu yang panjang mengingat begitu luasnya wilayah Indonesia dan kondisi geografis yang beragam, terutama bagi wilayah-wilayah yang masih minim akses internet.

Melalui sosialisasi yang baik, masyarakat akan memahami bahwa nilai tukar/nilai riil uang mereka akan tetap, hanya penulisan nominal yang disederhanakan dengan berkurangnya digit (angkat nol) yang tercantum dalam uang atau rekening mereka.

Skema Penerapan secara Bertahap

Proses pelaksanaan redenominasi harus dilakukan secara bertahap. Setelah redenominasi disosialisasikan, BI mengeluarkan uang hasil redenominasi dengan desain yang sama kepada masyarakat namun uang lama masih tetap beredar dan berlaku. Dalam masa transisi pertama ini, akan ada 2 jenis uang Rupiah yang berlaku, yaitu uang lama dan uang baru hasil redenominasi.

Hal tersebut agar masyarakat mengenal dan memahami bahwa uang baru hasil redenominasi memiliki nilai tukar yang sama. Selain itu dalam masa transisi ini pelaku usaha diwajibkan untuk mencantumkan kuotasi harga baik dalam rupiah lama maupun dalam rupiah redenominasi.

Tahap selanjutnya, BI mengeluarkan kembali uang baru redenominasi dengan desain yang baru. Sehingga dalam masa transisi kedua akan ada 3 jenis uang rupiah yang beredar dan berlaku di masyarakat.

Tahap terakhir, BI menarik peredaran uang lama dan uang redenominasi dengan desain lama dari masyarakat. Sehingga hanya uang rupiah redenominasi dengan desain baru yang berlaku di masyarakat.

Pengawasan Penyesuaian Harga

Redenominasi akan menciptakan inflasi/kenaikan harga yang tidak bisa dihindarkan. Hal ini terjadi karena adanya harga-harga yang perlu dilakukan pembulatan ketika dilakukan redenominasi. Pembulatan tersebut tentu akan mengarah pada pembulatan ke atas yang akan mengakibatkan kenaikan harga-harga.

Pemerintah dan BI harus mensosialisasikan dan mengawasi pelaku usaha agar penyesuaian harga berdasarkan redenominasi tidak menyebabkan kenaikan harga yang terlalu tinggi akibat oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memperoleh keuntungan.

Pemerintah juga harus menyiapkan peraturan terkait untuk kepastian hukum dan pemberian sanksi bagi yang melanggar. Selain itu, BI harus menyiapkan uang pecahan hingga pecahan terkecil (1 sen, 2 sen, 5 sen, dst) sehingga penyesuaian harga tetap dapat dilakukan tanpa menaikkan harga terlalu tinggi.[sc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita