Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (13/7), menuntut kenaikan tingkat pengujian virus corona hingga 30.000 tes reaksi rantai polimerase (PCR) per hari, dan agar lebih banyak laboratorium dibuka di provinsi-provinsi yang paling terdampak, termasuk Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pengujian virus corona gratis di Indonesia tetapi hanya jika pasien menunjukkan gejala di rumah sakit pemerintah.
Akses ke pengujian PCR mungkin sulit diperoleh, dan memungkinkan penundaan hingga beberapa minggu. Kurangnya pengujian yang tersedia secara luas mendorong sejumlah rumah sakit dan klinik swasta untuk menjual layanan tes PCR.
Layanan tersebut biasanya diperuntukkan kepada warga yang lebih kaya, dan kepada orang-orang yang membutuhkan tes untuk naik pesawat, misalnya, atau karena mereka menginginkan tes tetapi tidak memiliki gejala. Sydney Morning Herald menghubungi 14 rumah sakit dan klinik swasta di Jakarta dan di pulau liburan Bali untuk memastikan tarif yang dikenakan.
Rumah sakit swasta di Jakarta termasuk Rumah Sakit Columbia Asia, Gading Pluit, rumah sakit Pertamina, RSCM Kencana, dan Rumah Sakit MRCCC Siloam memungut biaya sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta untuk tes PCR. Upah minimum di Jakarta adalah sekitar Rp5 juta per bulan, dan sedikit lebih rendah di provinsi lain.
Ini berarti bahwa seorang pekerja mungkin harus menghabiskan setengah dari upah bulanan mereka, atau lebih, untuk mendapatkan tes jika mereka tidak menunjukkan gejala. Selain itu, harga tes bisa naik jauh jika pasien menginginkan hasilnya kembali lebih cepat.
Rumah Sakit MRCCC Siloam, di Jakarta Selatan, mengenakan biaya sekitar Rp9 juta untuk hasil yang dikembalikan dalam 24 jam, dan hingga sekitar Rp20 juta untuk hasil dalam 12 jam. Demikian pula, Siloam Kebon Jeruk di Jakarta Barat mengenakan biaya sekitar Rp6 juta untuk mengembalikan hasilnya dalam 24 jam, sedangkan rumah sakit swasta RSCM Kencana memungut biaya sekitar Rp7,7 juta untuk dua tes PCR, tes darah dan rontgen thorax.
Di Bali, Rumah Sakit Unud memungut biaya sekitar Rp1,4 juta untuk tes PCR dan rumah sakit swasta Siloam mengnakan biaya sekitar Rp3,5 juta. Rapid test yang kurang akurat, yang mendeteksi antibodi untuk Covid-19, lebih terjangkau dan berkisar harga dari Rp200.000 hingga Rp800.000, meskipun pemerintah baru-baru ini mematok harga tetap pada Rp200.000.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan pemerintah harus turun tangan dan mengatur harga. Dia mempertanyakan kapasitas pengujian di sektor swasta sementara pemerintah berjuang untuk membuat lebih banyak tes tersedia. Dia mengatakan bahwa itu sangat tidak etis bagi penyedia layanan kesehatan untuk mencari untung dari pengujian pandemi dan memanipulasi ketakutan masyarakat.
“Pemerintah harus membuka matanya untuk mengatur ini. Ini adalah sumber daya nasional, ketika Anda memiliki kapasitas rendah dalam pengujian, Anda perlu meminta rumah sakit publik dan swasta untuk membantu meningkatkan kapasitas pengujian negara,” kata Pandu.
“Mengapa kita membiarkan seseorang yang memiliki sumber daya pengujian melakukan hal berbeda terhadap respons nasional?” ungkapnya.
Sementara Andreas Harsono dari Human Rights Watch (HRW) Indonesia mengatakan bahwa tentu saja sekarang ada kelebihan kapasitas pengujian. “Masalah mendasar di sini adalah akses ke layanan kesehatan dan hak atas layanan kesehatan. Pemerintah harus dapat melindungi hak-hak itu, tetapi dalam pandemi skala ini jawabannya tidak semudah itu. Jelas banyak negara tidak dapat mengatasi pandemi ini.
Indonesia melaporkan 1.282 kasus baru pada Senin (13/7) untuk menjadikan penghitungan negara menjadi 76.981 infeksi. Tingkat infeksi secara teratur berkisar sekitar 1.600 per hari dan naik setinggi 2.657 pada Kamis (9/7) lalu, sementara angka kematian sebanyak 3.656 kasus, adalah yang tertinggi di Asia Tenggara.
Tingkat pengujian Di Indonesia adalah sekitar 3.700 per 1 juta orang, jauh di belakang negara-negara tetangga termasuk Malaysia, (25.000), Thailand (8.600), Singapura (148.000) dan Australia (114.000). Makanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta Indonesia untuk meningkatkan tingkat pengujian PCR.
Ibukota Jakarta, bersama Gubernur Anies Baswedan mulai meningkatkan pengujian PCR menjadi sekitar 21.000 per 1 juta orang, tetapi setidaknya delapan provinsi di negara ini menguji kurang dari 1.000 per 1 juta orang. (*)