GELORA.CO -Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) berhasil menangkap Maria Pauline Lumowa setelah diekstradisi dari Serbia. Meski demikian, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Menkum HAM Yasonna Laoly dan jajarannya tetap bekerja keras memburu puluhan buronan lainnya yang masih bebas berkeliaran.
"ICW meminta agar Kemenkum HAM tidak larut dalam glorifikasi atas keberhasilan mengekstradisi tersangka Maria Pauline Lumowa. Sebab, beberapa waktu lalu, potret penegakan hukum yang terkait dengan otoritas Imigrasi banyak menuai persoalan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (11/7/2020).
Kurnia pun mengangkat sejumlah hal jadi contoh. Misalnya kasus suap anggota pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI, Harun Masiku. Hingga kini, belum diketahui di mana keberadaan Harun Masiku.
eberadaan Harun Masiku.
Baca juga:
Selain Maria Lumowa, DPR Minta Buronan Lain Juga Ditangkap
"Saat itu Kemenkum HAM bersikukuh bahwa Masiku berada di luar Indonesia, sedangkan menurut investigasi salah satu media menyebutkan mantan calon anggota legislatif asal PDIP itu sudah berada di Jakarta," ujarnya.
Buron kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, yang belum tertangkap juga disinggung Kurnia. Djoko Tjandra diketahui sempat berada di Indonesia untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pekan lalu masyarakat juga dihebohkan dengan kehadiran buron Djoko Tjandra di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, yang bersangkutan bahkan diketahui bebas berkeliaran di Jakarta untuk membuat kartu tanda penduduk dan mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali," ujarnya.
Kurnia menambahkan, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, ICW mencatat setidaknya masih terdapat 40 buron yang berhasil ditangkap penegak hukum. Mayoritas buron tersebut diketahui berada di luar negeri.
"Kemenkum HAM mesti aktif dalam melacak keberadaan buronan-buronan tersebut sembari mengupayakan jalur formal melalui mutual legal assistance atau pun perjanjian ekstradisi antar negara. Namun, di luar itu, pendekatan nonformal pun mesti ditempuh, setidaknya dengan menjaga hubungan baik antara pemerintah negara Indonesia dengan negara lain," ujar Kurnia menyarankan.
Selain itu, lanjut Kurnia, kini menjadi penting bagi pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini diketahui sudah masuk program legislasi nasional DPR sejak 2012.
Namun, Kurnia menyebutkan, pembentuk UU terkesan mengabaikan begitu saja urgensi dari pengesahan regulasi ini. Padahal, menurut dia, dengan RUU ini diyakini akan memaksimalkan serta mempercepat pemulihan kerugian negara akibat praktik korupsi karena tidak lagi bergantung pada menghadirkan pelaku kejahatan.
"Sebagai pemegang kewenangan Central Authority (CA), Kemenkum HAM, memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar menunggu koruptor kembali ke Indonesia, atau menunggu kabar dari negara tujuan pelarian/persembunyian koruptor. Kememenkum HAM dapat bertindak proaktif sebagai koordinator dan katalisator pelaksanaan ekstradisi. Jika tugas ini tidak dijalankan dengan maksimal, maka sudah saatnya memindahkan kewenangan ini ke penegak hukum yang dianggap mumpuni," imbuhnya.(dtk)