Ritual membaca khotbah sambil memegang pedang, merupakan tradisi sejak era Khilafah Utsmaniyyah (Ottoman), dan memiliki makna yang berbeda tergantung pada cara pedang itu ditangani dan di mana ia digunakan. Pedang yang dipegang di tangan kanan mengungkapkan niatnya untuk menggunakan pedang tersebut, dan bertujuan untuk menakut-nakuti musuh, menurut Erbaz.
Sedangkan pedang yang dipegang di tangan kiri, seperti dalam khotbah, bertujuan untuk memberikan kepercayaan kepada sekutu dan para pengikut. “Hagia Sophia adalah simbol penaklukan dan kepercayaan penakluknya yang menganugerahkannya dengan syarat bahwa itu tetap menjadi masjid sampai hari terakhir,” kata Erbas dalam khutbah dengan merujuk pada Sultan Mehmed II (Muhammad Al-Fatih), yang menaklukkan Kota Istanbul.
Dilansir laman hurriyetdailynews.com yang berbasis di Turki, Erbaz menegaskan bahwa tradisi ini akan terus berlanjut dalam setiap shalat Jumat di Masjid Agung Hagia Sophia. Setelah lebih dari delapan dekade sebagai museum, Hagia Sophia dibuka kembali untuk ibadah umat Islam untuk pertama kalinya dengan shalat Jumat yang diikuti oleh ribuan jamaah, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sejumlah pejabat tinggi Turki, politisi.
“Sekarang tempat ini (Hagia Sophia) kembali ke bentuk aslinya, yaitu menjadi masjid lagi,” kata Presiden Erdoğan. Dia berharap monumen bersejarah akan terus berfungsi sebagai masjid selamanya untuk semua orang percaya. “Namun, itu adalah tempat di mana orang-orang dari semua agama dapat datang dan mengunjungi sebagai warisan budaya semua umat manusia.”
Hagia Sophia melayani sebagai gereja selama 916 tahun sampai penaklukan Istanbul, dan masjid dari tahun 1453 hingga 1934, hampir setengah milenium. Pada 10 Juli, pengadilan Turki membatalkan dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum, dan membuka jalan untuk digunakan kembali sebagai masjid setelah jeda 86 tahun. (*)