GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami soal adanya informasi aliran uang kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ke elite Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lembaga antirasuah sebelumnya telah memeriksa sejumlah elite PKB dalam perkara ini.
Terlebih, Dewan Majelis Syuro DPP PKB Abdul Ghofur pernah dijadwalkan pemeriksaan dalam perkara ini pada Senin 2 Februari 2020. KPK turut mencecar aliran uang dari tersangka Hong Artha yang diduga masuk ke PKB.
“Memang baru sifatnya semacam informasi saja, tentunya informasi ini kan harus kita dalami kita cari saksi-saksinya,” kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (27/7).
Karyoto menyebut, pihaknya masih mendalami saksi-saksi untuk menemukan bukti kuat adanya aliran uang korupsi PUPR ke petinggi PKB. Bahkan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pun telah diperiksa dalam sengkarut kasus ini.
“Pemberian seseorang kepada orang lain tanpa saksi ini juga belum bisa dikategorikan bisa dibuktikan, saksi minimal harus dua,” ucap Karyoto.
Terkait adanya permohonan justice collaborator (JC) mantan politikus PKB Musa Zainudin, KPK mengaku masih mendalami hal ini. Sebab, Musa yang telah menjadi terpidana dalam kasus ini mengklaim, bukan merupakan pelaku utama.
“Ini yang masih kita carikan, kita belum mengetahui apakah sudah ada justice collaborator atau bagaimana ini belum kita dalami ke arah situ. Memang ini baru belum final,” cetus Karyoto.
Dalam kasus ini, KPK sempat memeriksa Muhaimin Iskandar pada Rabu, 29 Januari 2020. Pemeriksaan pria yang akrab disapa Cak Imin itu berkaitan dengan JC Musa Zainuddin pada Juli 2019.
Musa sendiri telah divonis sembilan tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Selain Cak Imin, lembaga antirasuah juga pernah memanggil sejumlah politikus PKB terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB diantatanya Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Dalam kasus ini, Hong Artha diduga menyuap sejumlah pihak, antara lain Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary serta Anggota DPR Damayanti terkait pekerjaan proyek infrastruktur Kementerian PUPR.
Hong merupakan tersangka ke-12 dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 tersangka lainnya. Sebelas tersangka itu adalah Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM). Kemudian, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga
Perkara tersebut dimulai tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014-2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta pada 13 Januari 2016 dengan barang bukti total sekitar USD 99 ribu. Diduga, uang itu merupakan bagian dari komitmen total suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
Hong Artha disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. []