"Tentunya kami menganggap kasus ini (Djoko Tjandra) bersifat super urgent sehingga, berdasarkan mekanisme Tatib DPR kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Ketua Komisi III Herman Herry, ketika dimintai konfirmasi mengenai rapat gabungan dengan sejumlah lembaga soal Djoko Tjandra, Jumat (17/7/2020).
Rapat gabungan tersebut diagendakan pada Selasa (21/7). Herman mengaku bahwa Komisi III telah melayangkan surat izin untuk menggelar rapat tersebut ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7), sehari setelah Komisi III menerima dokumen surat jalan Djoko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
Namun, menurut Herman, hingga saat ini surat tersebut tidak ditandatangani oleh. Sementara, Ketua DPR Puan Maharani, sebut dia, telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut.
"Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam," tutur Herman.
"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut tidak ditandatangai oleh Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada putusan Bamus (Badan Musyawarah) yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," imbuhnya.
Herman menjelaskan, berdasarkan Pasal 310 Tatib DPR, segala surat keluar/surat undangan rapat harus ditandatangani oleh salah seorang pimpinan DPR atau Sekjen DPR atas nama pimpinan DPR. "Jadi, pimpinan DPR membagi tanda tangan sesuai dengan bidang kerja masing-masing," terang Herman.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP itu menegaskan Komisi III DPR tetap berkomitmen untuk terus mengawasi aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra. Ia memastikan Komisi III tidak akan menunda-nunda pelaksanaan RDP tersebut.
"Sejak awal kami di Komisi III selalu berkomitmen mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Maka dari itu, sejak awal Komisi III selalu concern terhadap kasus Djoko Tjandra ini. Jadi sebaiknya teman-teman bisa bertanya ke Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam terkait kepastian RDP ini," papar Herman.
Sebelumnya, Komisi III DPR menganggap kasus terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra super-urgen atau penting untuk dituntaskan. Komisi III pun akan menggelar rapat gabungan meski di tengah masa reses DPR.
Awalnya, Ketua Komisi III Herman Herry memutuskan akan mengirim surat kepada pimpinan DPR untuk memanggil mitra mereka. Teknis pengiriman surat ini memakan cukup waktu.
"Kami sudah memutuskan dalam waktu beberapa hari ini, sesuai dengan aturan bahwa sebelum kami memanggil, kami harus bersurat kepada pimpinan DPR, karena pimpinan DPR yang berkewenangan untuk menyurati institusi mitra Komisi III," kata Herman, di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/7). (*)