GELORA.CO - Komisi III DPR mendesak kejaksaan dan kepolisian di Bangka Belitung mengusut tuntas kejanggalan pemberikan fasilitas persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) kepada tiga perusahaan smelter peleburan biji timah, yakni PT Bukit Timah, PT Prima Timah Utama (PTU), dan PT Biliton Inti Perkasa (BIP).
RDP Komisi III Dengan KPK Dan Dewas KPK Di Gedung Merah Putih Berlangsung Tertutup
Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh menduga telah terjadi intervensi dari oknum perwira menengah polri berpangkat komisaris besar terhadap Gubernur Babel, Erzaldi Rosman dan Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya dalam kasus ini.
"Polda Babel dan Kejati Babel harus usut tuntas dugaan praktik melawan hujum ini," ujar pimpinan Komisi III yang membidangi hukum, Sabtu (11/7).
Khairul Saleh lebih jauh mengatakan RKAB tersebut diterbitkan oleh Gubernur Babel belum lama ini, sehingga bisa mengekspor produksinya. Padahal pada 2018, ketiga perusahaan tersebut tidak lolos mendapatkan izin RKAB karena berbagai permasalahan. Dia menilai proses mendapatkan RKAB tersebut tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.
"Perusahaan tersebut tidak melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Saya minta diusut tuntas oleh Kejati dan Kapolda," sebut dia.
Alasan dikeluarkannya izin RKAB tiga smelter tersebut menurut Plt Kepala Dinas ESDM Babel, Amir Syahbana yakni untuk menghidupkan sektor ekonomi akibat dampak Covid-19 berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia. Namun, Khairul Saleh menegaskan bahwa penerbitan RKAB harus sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.
Ketiga smelter tersebut saat ini sudah mengajukan uji sampling timah ke Surveyor Indonesia (SI). Namun baru sampai pada tahap pengecekan dokumen, belum sampai pada tahap pemeriksaan. Pasalnya, pihak Surveyor SI akan melihat dulu apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) atau belum. Apabila sudah sesuai kegiatan eskpor baru dapat dilakukan.
Lebih lanjut politisi PAN ini juga mempertanyakan bahwa berdasarkan informasi yang dia peroleh ada 1200-2000 ton stok timah di Babel yang tidak jelas asal usulnya. Kemungkinan stok tersebut juga untuk di ekspor. Dia meminta penegak hukum menyitanya.
"Ada stok timah 1200 sampai 2000 ton yang asal usulnya tidak jelas. Saya minta disita yang berwajib untuk di lelang atau di beli PT. Timah," ungkapnya menegaskan.
Terkait dengan persoalan di PT. Timah TBK, ditemukan ada lima smelter yang bekerja sama dengan PT Timah yang produksinya untuk di ekspor, yakni CV. Venus Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, CV. Ds Jaya Abadi/Stania Inti Prima, PT. Tinindo Inter Nusa dan PT. Sariwiguna Bina Sentosa.
Hal tersebut dinilai dinilai janggal sehingga anggota panitia kerja (Panja) penegakan hukum Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa meminta PT Timah bekerja sama dengan perusahaan di luar 5 perusahaan di atas.
"Selanjutnya bisa kah PT. Timah membuka diri untuk bekerja sama dengan perusahaan diluar dari yang lima yang sudah memiliki kontrak lebih awal dengan PT. Timah," kata Supriansa.
Tim Panja pengawasan penegakan hukum Komisi III DPR bidang hukum, HAM dan keamanan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kepulauan Babel, Kamis (9/7), dalam rangka bertemu dengan PT Timah, Kapolda, Kajati dan Gubernur yang di wakili Sekda.
Kedatangan Komisi III DPR ke Provinsi Bangka Belitung terkait dengan fungsi pengawasan dewan dalam melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum sektor pertambangan dalam hal penerimaan negara.
Persoalan pada penegakan hukum di sektor pertambangan mengakibatkan terjadinya kebocoran terhadap penerimaan negara, sehingga penerimaan negara tidak maksimal sebagaimana yang diharapkan. Misalnya ditemukan kegiatan/praktek illegal sektor pertambangan yang seakan-akan luput dari hukum.
Hal ini yang menjadi concern dari Panja Pengawasan Penegakan Hukum Komisi III DPR untuk segera merespons dan mengatasi persoalan ini.
Oleh karena itu Panja Pengawasan Penegakan Hukum Komisi III DPR memandang perlu untuk melaksanakan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Bangka Belitung dengan maksud untuk memastikan bahwa penegakan hukum di sektor pertambangan berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara serius dan sungguh-sungguh serta mendorong pihak aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk bersama-sama tanpa adanya ego sektoral dalam melakukan penegakan hukum terhadap sektor pertambangan yang illegal untuk memaksimalkan penerimaan negara.[rmol]