Masjid bersejarah itu diubah menjadi sebuah bar dan aula pernikahan oleh sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan pemerintah kota Israel, dan namanya diubah dari Masjid Al-Ahmar menjadi Khan Al-Ahmar. Al-Ahmar adalah salah satu masjid paling bersejarah di kota Arab, yang diduduki oleh zionis Yahudi pada 1948, bangunan itu pertama-tama berubah menjadi sekolah Yahudi, kemudian menjadi pusat kampanye pemilihan Likud, dan kemudian menjadi gudang pakaian, sebelum akhirnya diubah menjadi klub malam.
Sebagai salah satu masjid paling bersejarah di kota Arab, yang diduduki oleh geng-geng Yahudi pada tahun 1948, bangunan ini awalnya diubah menjadi sekolah Yahudi. Masjid kemudian diubah menjadi pusat kampanye pemilihan Likud, dan kemudian menjadi gudang pakaian, sebelum akhirnya dikonversi ke klub malam.
Pada April 2019 lalu, Khair Tabari, Sekretaris Endowmen Islam Safed dan Tiberias, mengatakan bahwa ia menunggu pengadilan Nazareth untuk mengambil keputusan terkait pengaduan yang ia ajukan meminta evakuasi masjid dan mengembalikannya ke endowmen. Dia mengatakan bahwa dia melampirkan dokumen untuk membuktikan kepemilikan Islam atas masjid. Dia menyerukan berbagai badan politik dan populer untuk meningkatkan kerja sama mereka dengannya, untuk menyelamatkan masjid dari pelanggaran.
Namun hingga kini tidak ada kejelasan terkait pengaduan yang dia ajukan. Tabari mengatakan bahwa masjid Al-Ahmar sekarang terbuka dan digunakan untuk semua hal, kecuali shalat oleh umat Islam. Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (12/7), menegaskan bahwa status Hagia Sophia adalah masalah internal dan kedaulatan Turki. Dia mendesak negara-negara lain untuk menghormati keputusan akhir negara.
“Pembuat keputusan akhir tentang status Hagia Sophia adalah bangsa Turki, bukan yang lain. Ini urusan internal kami,” kata Erdogan kepada jurnal Kriter yang berbasis di Istanbul.
Erdogan menekankan bahwa negara-negara lain harus menghormati keputusan Turki, dan menambahkan bahwa konversi Hagia Sophia dari masjid ke museum pada 1934 adalah keputusan yang menyakitkan bagi bangsa Turki. Dia menolak kritik domestik dan asing atas keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki hak dan nilai di pengadilan Turki.
Sebelumnya, Jumat (10/7), pengadilan tinggi Turki membatalkan dekrit kabinet 1934, yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum. Putusan Dewan Negara negara ini membuka jalan untuk bangunan itu digunakan kembali sebagai masjid setelah 85 tahun.
Diputuskan bahwa Hagia Sophia adalah milik yayasan yang didirikan oleh Khilafah Utsmaniyyah (Ottoman) di era Sultan Mehmet II, penakluk Istanbul, dan disajikan kepada masyarakat sebagai masjid, status yang tidak dapat diubah secara hukum. Presiden Erdogan mengatakan kompleks bersejarah itu akan siap untuk menerima warga untuk shalat berjamaah, pada Jumat 24 Juli mendatang. (*)