GELORA.CO - Keputusan Mahkamah Agung No 44/HUM/2019 atas perkara permohonan keberatan hak uji materi yang dilayangkan pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri yang diunggah pada (3/7) dinilai sangat kental dengan muatan politis.
Begitu kata Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul, Selasa (7/7) terkait baru dikeluarnya putusan MA pada tanggal 3 Juli 2020. Padahal MA telah memutuskan perkara tersebut sejak 28 Oktober 2019.
“Pertanyaanya begini kenapa itu keputusan dari tanggal 28 Oktober 2019 baru dikeluarkan MA tanggal 3 Juli 2020. Ini saya kira ada kepentingan-kepentingan aktor politik terkait isu reshuffle,” kata Adib.
Adib berkeyakinan, muatan politik sangat terasa sekali pasca Presiden Joko Widodo saat rapat kabinet paripurna 18 Juni 2020 yang lalu menyampaikan dirinya tidak segan-segan membuka kemungkinan bakal mengkocok ulang kabinet alias rershuffle.
“Ini kan hanya membuat publik gaduh, ini tidak baik demi kelangsungan stabilitas politik,” tandas Adib.
Disisi lain, baru terpublikasinya amar putusan tersebut justru membuat blunder bagi Mahkamah Agung lantaran dengan adanya putusan tersebut tercipta opini di ruang publik seolah-olah Joko Widodo kemenanganya dalam Pilpres dibatalkan.
“Ini tidak baik bagi pendidikan politik,” pungkas Adib.
“Ini yang harus dibenahi. Jangan pemerintah yang malah menjadi 'trigger' bagi tata kelola informasi yang kurang baik. Ini yang harus dijelaskan. Jangan sampai opini-opini liar terus menggema, nanti pemerintah seperti pemadam kebakaran, baru bertindak,” pungkas Adib. []