Pro dan kontra terhadap keputusan inisiatif pemerintah menyederhanakan Undang Undang itu pun tidak bisa dihindari.
Koordinator Persatuan Mahasiswa Nusantara (Permasta) Riswan Siahaan menilai, munculnya aksi merespons RUU Cipta Kerja yang cenderung melahirkan konflik baru dan merusak relasi antara masyarakat dan pemerintah.
Riswan meminta seluruh pihak yang kontra terhadap RUU Cipta Kerja tetap melakukan kritik dengan mengedepankan kondusifitas di masyarakat. Dengan cara itu, potensi konflik yang merusak tidak akan terjadi.
""Ditambah lagi kita sedang dalam situasi krisis karena pandemik Covid-19 mengharuskan kita untuk melakukan pembatasan sosial. , karena itu kami mendorong kita semua untuk lebih bijak dalam melakukan gerakan kita. Kita sama-sama mengawal namun sebisa mungkin harus menghilangkan potensi konflik dari gerakan tersebut," kata Riswan Siahaan dalam seminar 'Omnibuslaw Dalam Hukum Indonesia', Jakarta, Kamis (16/7).
Mahasiswa Universitas Krisnadwipayana ini mengaku sepakat untuk menjadi mitra pemerintah dalam mengawal pembahasan omnibus law tersebut. Artinya menjadi mitra kritis yang memberikan respons dengan cara yang bijak.
"Dengan kata lain, jika kita melihat ketimpangan dalam peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka kita harus memberikan kritikan sekaligus solusi kepada pemerintah. Artinya kita tidak menjadi lawan dari pemerintah namun kita menjadi mitra kritis pemerintah untuk membangun bangsa kita," pungkasnya.
Permastra merupakan persatuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, di antaranya Unkris, Universitas Islam Jakarta, Universtas Bung Karno, STT Jakarta, Tribuan, Mercusuar, Universitas Ibnu Chladun dan UNIJA. (Rmol)