GELORA.CO - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kini menyasar pemilik akun Twitter Opposite6890 dalam kasus penyebaran data pribadi Denny Zulfikar Siregar. Hal ini mereka tempuh usai menangkap karyawan Telkomsel yang diduga memberikan data Denny kepada akun Twitter itu.
"Sedang kami lidik di mana keberadaannya," kata Kepala Sub Direktorat I Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Reinhard Hutagaol dalam konferensi pers di Gedung Awaloedin Djamin, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2020.
Reinhard menjelaskan pihaknya berhasil meringkus FPH, laki-laki berusia 27 tahun, di Ruko Grapari Telkomsel, Krukut, Surabaya, kemarin. Tersangka merupakan karyawan outsourcing Telkomsel yang bertugas sebagai customer service.
Posisinya itu membuat FPH mendapatkan akses terbatas untuk membuka data pribadi pelanggan. "Didapatkan si tersangka dengan tidak melalui otorisasi membuka file atas nama DS dan didapat dua data: data pelanggan dan device milik pelanggan," ucap Reinhard.
Setelah membuka data pribadi Denny Siregar, pelaku memfoto dan mengambil screenshot untuk diteruskan ke akun Opposite6890 via direct message (DM) pada 4 Juli 2020 pukul 08.00 WIB.
"Jadi atas perlakuan ini, diposting di akun Twitter Opposite6890. Namun yang di sini (di Twitter) hasil ketikan kembali, bukan capture-an yang asli," ujar Reinhard.
Menurut Reinhard, pelaku melakukan aksinya karena ada simpati dengan akun Twitter Opposite6890. "Kedua, yang bersangkutan nggak menyukai DS karena pernah di-bully oleh akun pendukung DS," katanya.
Atas perbuatannya itu pelaku dijerat Pasal 46 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Juncto Pasal 30 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 48 ayat (1), (2), dan (3) Juncto Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 50 Juncto Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan/atau Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 95 A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 10 Miliar. (*)