Penulis: M Rizal Fadillah
Pilihan sulit untuk Pak Presiden tapi inilah realita yang harus diterima. Sebagai figur politik seorang Presiden mestilah siap untuk mengambil atau diambil langkah politik. Ada naik ada turun. Mengikuti alur dinamika yang berfluktuasi antara kemampuan, kepercayaan, dan kesalahan. Tidak konstan berada pada kepastian dan agenda sendiri.
Pak Jokowi dalam tangkapan aspirasi publik sebenarnya sudah sangat rendah tingkat kepercayaan. Bahkan kasihan atau prihatin dalam beberapa hal menjadi bahan olok olok baik komentar, meme, atau karikatur. Tahapannya sudah sampai tingkat serba salah atau mentok mentok. Kebijakan apapun selalu mendapat kritik atau ocehan. Hampir sulit mendapat pujian tulus kecuali oleh para pendukung atau pencari keuntungan.
Ketetapan MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Berbangsa menyatakan pejabat negara termasuk Presiden jika melanggar aturan atau sudah tidak dipercaya rakyat maka ia harus mengundurkan diri. Mundur dari jabatan kenegaraan. Oleh karenanya secara etika melihat kondisi Presiden Jokowi saat ini sudah sangat pantas dan sepatutnya yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri.
Dalam hal pendekatan etika tidak berjalan maka rakyat berhak secara konstitusional untuk mendesak agar digunakan pendekatan hukum. Untuk hal ini direalisasikan melalui ketentuan Pasal 7 A UUD 1945. Sepanjang dipenuhi syarat-syaratnya maka Presiden dapat dimakzulkan. Biasanya diawali dengan aksi atau penyampaian aspirasi rakyat ke DPR lalu DPR mengkaji. Jika setuju maka dibawa ke MK dan berujung pada MPR. Kekuatan aspirasi rakyat sangat dominan mempengaruhi langkah institusi DPR, MK, dan MPR.
Perkembangan terakhir adanya Putusan MA yang meruntuhkan dasar hukum pemenangan Jokowi-Ma’ruf menambah bahan bagi mundur atau dimundurkannya Presiden. Melengkapi banyaknya dosa-dosa politik. Isu reshuffle dinilai hanya upaya untuk menyelamatkan.
Ambruknya pertumbuhan ekonomi, korupsi dan nepotisme yang merajalela, janji janji yang tak terealisasi, penyusupan ideologi komunisme, TKA China dan kerjasama “over” dengan RRC, serta kapasitas kepemimpinan yang sulit didongkrak, akanmenjadi keadaan yang menyebabkan sulitnya untuk meyelamatkan dan memulihkan kepercayaan dari rakyat.
Mundur atau dimundurkan nampaknya menjadi “condito sine qua non” bagi semangat untuk menyehatkan bangsa dan negara. (*)