GELORA.CO - Wakil Ketua Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR, Abdul Fikri Faqih, menyesalkan isu ketidakadilan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyusul kisruhnya pemberian dana gajah sebesar Rp 20 miliar kepada organisasi Corporate Social Responsbility (CSR) milik Tanoto Foundation dan Sampoerna untuk pelatihan guru.
“Setelah kemarin marak guru yang protes karena tunjangannya disetop, sekarang anggaran gajah malah dikasih buat melatih guru, tapi melalui perusahaan besar, ini ironi,” kata Fikri di sela kegiatan reses, Kamis, 23 Juli 2020.
Fikri memandang kisruh tersebut bisa mendatangkan protes lebih besar lagi dari kalangan guru karena dianggap mengusik rasa keadilan dan nurani publik. Masalah ini belum lagi ditambah soal kebijakan penghapusan tunjangan guru yang belakangan juga mendapat kritikan publik.
“Belum selesai masalah pemotongan anggaran tunjangan profesi guru di daerah, kemudian kemarin penghapusan tunjangan guru di satuan Pendidikan Kerjasama (SPK), tapi malah anggaran pelatihan guru dialihkan untuk perusahaan besar,” keluhnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan, keresahan masyarakat soal nasib dan kesejahteraan guru belakangan ini seharusnya direspons dengan bijak oleh pemerintah pusat, bukan malah menambah kontroversi baru.
“Karena alasan Pandemi, efisiensi anggaran Rp 3,3 triliun diarahkan untuk memangkas tunjangan guru, tetapi kita lihat isu kartu pra-kerja Rp. 5,4 triliun buat siapa, lalu ada isu pelatihan guru dikasih ke perusahaan juga,” kata FIkri.
Dalam lampiran Perpres 54/2020 yang terakhir direvisi menjadi Perpres 72/2020, tunjangan guru dipotong sebesar Rp. 3,3 triliun, setidaknya pada tiga komponen.
Pertama, tunjangan profesi guru PNS Daerah, semula Rp 53,8 triliun menjadi Rp 50,8 triliun. Kedua, tambahan penghasilan guru PNS daerah, semula Rp 698,3 miliar menjadi Rp 454,2 miliar. Ketiga, tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, semula Rp 2,06 triliun menjadi Rp 1,98 triliun.
“Perpresnya sudah direvisi, tapi tunjangan guru tetap dipotong Rp. 3,3 triliun,” ujarnya.
Dana pelatihan guru dan kepala sekolah merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendikbud di bawah pimpinan Nadiem menganggarkan Rp 595 miliar untuk program Organisasi Penggerak. Sejauh ini jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi ada 183 organisasi.
Pelatihan ini ditargetkan untuk menunjang kemampuan literasi dan numerasi guru serta kepala sekolah. Literasi dan numerasi adalah salah dua aspek yang ditekankan dalam asesmen kompetensi dan survei karakter yang menjadi pengganti ujian nasional (UN).
Ada 3 kategori lembaga penerima hibah untuk melakukan kegiatan pelatihan tersebut, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
Fikri juga menyatakan tidak sepantasnya dana APBN diberikan kepada CSR perusahaan besar yang secara dana sudah terbilang kuat. Justru, kata Fikri, para perusahaan yang harusnya mendermakan dana program mereka tersebut untuk mendukung pendidikan bangsa.
“Mereka melaksanakan kewajiban Undang-undang, yakni menyisihkan pendapatan untuk tanggung jawab sosial, artinya memberi, bukan malah diberi, jangan jadi akal-akalan,” kritiknya.
Selain itu, legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah IX ini mendesak agar hasil evaluasi penilaian dalam program Organisasi Penggerak ditarik Kembali. “Kisruh ini sudah melukai banyak elemen masyarakat, NU & Muhammadiyah, dua ormas terbesar di negeri ini sudah mundur dari penerima program, kalau diteruskan saya tidak jamin akan terus jadi bola salju yang membesar ke isu lain,” kata Fikri.[]