Ternyata, ini gara-gara permintaan dari akar rumput PDI Perjuangan (PDIP), pendukung utama Joko Widodo, Gibran, dan Bobby.
Hal itu diungkap oleh Ketua DPC PDIP Kota Tangerang Selatan, Wanto Sugito. Dia mengaku mengusulkan agar PDIP tidak usah bekerja sama dengan PD dan PKS.
Menurutnya, suara dari akar rumput partai maupun relawan pendukung selalu mengkritisi sikap kedua partai yang memang selalu berlawanan dengan Pemerintahan Jokowi itu.
“Sikap Demokrat yang anggota DPR-nya selalu menerima gaji bulanan, namun tidak pernah ikut membahas rancangan undang-undang dengan alasan Covid-19, sama saja dengan makan gaji buta dari uang rakyat,” beber Wanto, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/7).
“Demikian halnya sikap PKS yang secara ideologi berbeda dengan PDI Perjuangan, dan dengan kalangan NU. Juga sering berbeda sikap. Maka sebaiknya tidak usah diajak kerja sama dalam pilkada maupun dalam pileg 2024 yang akan datang,” tegasnya lagi.
Yang terbaru, lulusan UIN Syarif Hidayatullah tersebut mengaku geram dengan sikap kader PKS, Mardani Ali Sera. Nama itu disebutnya secara sepihak menyerang Gibran, calon Walikota Solo besutan PDIP. Mardani menyerang Gibran dengan menyebutnya tak pantas maju karena kurang pengalaman.
“Mardani bersikap jantan saja. Mas Gibran itu basis pendidikan sangat baik dan selama ini selalu turun ke bawah. Daripada kader-kader PKS campur tangan urusan internal PDI Perjuangan, calonkan saja kader sendiri. Mana kader PKS yang telah berhasil sebagai kepala daerah? Tunjukkan itu,” ujarnya.
“Jadi bersaing secara sehat, jangan hanya hobi pencitraan di medsos. Sebaiknya PKS segera umumkan saja kadernya sendiri. Itu lebih fair,” kata dia.
Saat dimintai tanggapannya menyangkut hal itu, Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Syaiful Hidayat menyatakan, pihaknya bisa memahami apa yang disampaikan Ketua DPC Kota Tangsel tersebut.
Dijelaskan Djarot, dalam mengusung calon kepala daerah termasuk Gibran dan Bobby, PDIP mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ideologis. Utamanya bagaimana Pancasila dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam setiap kaderisasi, kata Djarot, PDIP memang selalu mengedepankan pentingnya kesadaran. Yakni kesadaran ideologi berdasarkan Pancasila, kesadaran politik, kesadaran organisasi, kesadaran untuk menyelesaikan masalah rakyat, dan kesadaran di dalam kehidupan berbangsa yang satu bersama keanekaragaman sebagai rahmat.
“Aspirasi untuk tidak bekerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS juga banyak saya terima. Hal tersebut juga positif. Dengan kebersamaan antara Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan, sehat bagi demokrasi,” ujar Djarot, dilansir Kantor Berita RMOLSumut.
Diakui Djarot, yang didorong oleh PDIP adalah kerja sama politik dengan seluruh partai pengusung pemerintahan Jokowi. Sementara sikap politik PKS dan PD yang selalu tidak jauh beda, justru memberikan peta ke depan bagaimana kedua partai tersebut memang semakin beriringan dalam kerja sama politik yang berbeda dengan arah PDIP.
Djarot juga memberi kode bahwa kerja sama parpol dalam pilkada merupakan embrio kerja sama Pemilu 2024 yang akan datang.
“PDI Perjuangan sendiri memilih terus mengedepankan semangat gotong royong dan siap bekerja sama dengan parpol pendukung Pemerintah,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Untuk diketahui, dalam Pilkada 2020 di beberapa wilayah, PD dan PKS memang terancam tak memiliki calon kepala daerah.
Di Solo, nama yang mencuat adalah Gibran-Teguh, dimana PKS dan PD tak ada sebagai pengusung. Sementara untuk mengusung calon sendiri, kedua partai itu tak memiliki kursi DPRD yang cukup sesuai syarat di undang-undang.
Sementara di Medan, kedua partai sedang berusaha mengajak petahana yang juga kader PDIP, Akhyar Nasution, agar berani melawan Bobby Nasution. (rmol)