GELORA.CO - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) membeberkan soal cara bagaimana buronan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra diduga bisa melenggang masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi imigrasi.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, Djoko masuk ke Jakarta menggunakan jet pribadi.
Namun kata dia, Djoko diduga masuk dari dua negara berbeda yakni Malaysia atau Papua Nugini.
"Ada dua opsi katanya. Pertama, dia datang dari Papua Nugini pakai kendaraan dan (menempuh( jalan tikus baru ke Bandara di Jayapura lalu naik jet pribadi dan turun di (bandara) Halim, karena di dalam negeri, maka tidak perlu melalui proses pemeriksaan imigrasi," katanya seperti melansir idntimes.com, Rabu 8 Juli 2020.
Kata dia, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sempat mengonfirmasi dugaan itu bahwa bisa saja Djoko tidak terdeteksi masuk ke Tanah Air karena melalui jalur tikus.
"Kedua, ada juga yang ngomong, dia datang dari Kuala Lumpur, Malaysia tapi dia juga turun di (bandara) Halim. Sama-sama (turun) di Bandara Halim," tuturnya.
Kata dia, berdasarkan informasi yang ia peroleh ketika Djoko tiba di Indonesia pada awal Mei lalu, tidak ada proses imigrasi yang lengkap karena disebabkan pandemik COVID-19.
Namun dia mengaku tidak tahu mengapa sistem di imigrasi bisa mati ketika itu. Apakah memang tiba-tiba mati atau disengaja, itu butuh penelusuran lebih lanjut.
Seperti diketahui, nama Djoko kembali menjadi sorotan sejak pengacaranya mengaku kliennya itu sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu. Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam rapat dengan komisi III DPR beberapa waktu yang lalu pun mengakui pihaknya kebobolan.
Sejak awal Boyamin sudah menduga Djoko adalah buronan yang diistimewakan.
Alasannya kata dia, namanya sempat hilang dari sistem red notice Interpol. Hal itu sempat dikonfirmasi dengan adanya pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol pada 5 Mei 2020 lalu bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus sistem basis data. Nama Djoko sudah tidak ada di sistem red notice sejak 2014 lalu. Tetapi, baru dilaporkan enam tahun kemudian.
"Sekarang saya tanya, pernah gak nama Eddy Tansil hilang (dari sistem red notice)? Apa Kejaksaan Agung pernah meng-update dia? Gak ada. Nama Eddy masih di dalam daftar cekal sejak tahun 1991 dan tidak pernah dihapus," katanya.
Dia kemudian mencontohkan buronan lain yang sudah berlangsung selama enam bulan yaitu Honggo Wendratno. Hingga kini namanya masih masuk ke dalam daftar cekal.
"Ini betul-betul istimewa. Kemudian, (pengacara) bilang bahwa semua berjalan secara wajar, gak ada itu," ujarnya.
Selanjutnya kata dia, nama Djoko akhirnya kembali masuk ke dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) pada 27 Juni 2020. Hal itu terjadi usai masuknya Djoko ke Tanah Air menjadi perbincangan publik.
Dia menambahkan, bukti lain yang menunjukkan saktinya Djoko yakni ketika masih berstatus buronan, ia masih bisa menjadi investor dan membangun gedung pencakar langit di Kuala Lumpur, Malaysia bernama Signature Tower. Gedung tersebut sudah rampung dibangun sejak 2012 lalu.
Menurut dia, gedung itu dibangun di tanah milik negara, tetapi Djoko memiliki hak kelola hotel yang panjang.
"Itu sama seperti Hotel Mulia Senayan yang dia miliki di Indonesia," katanya.
Djoko diketahui merupakan pemilik dari gedung bernama "Mulia" di ibukota, memang dekat dengan para pejabat di Negeri Jiran itu. Termasuk dengan pemerintahan yang kini tengah berkuasa.
Cara lain mengapa Djoko Tjandra bisa lolos dari pengawasan imigrasi yakni karena ia telah mengubah namanya menjadi Joko Sugiarto Tjandra. Perubahan nama itu, kata Boyamin, melalui proses peradilan di Pengadilan Negeri Papua.
"Yang berbeda huruf `D` pada awal nama hilang, sehingga ejaan lama berubah menjadi ejaan baru," ujar Boyamin.
Perubahan nama Djoko menjadi Joko menjadikan data di dalam paspor berbeda, sehingga tidak terdeteksi oleh pihak imigrasi. Menkum HAM Yasonna Laoly pun membenarkan bahwa tidak ada data di dalam sistem imigrasi atas nama Djoko S Tjandra.
Oleh sebab itu, menurut Boyamin, seharusnya Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra. Sebab, identitas terpidana dua tahun penjara itu sudah berbeda.
"Identitasnya ketika menjalani sidang perkara cesie Bank Bali berbeda dengan saat ajukan PK," tutur dia.
Atas kondisi ini kata dia, MAKI melaporkan tiga pihak kepada Ombudsman.
Dia berharap Ombudsman bisa menelusuri adanya dugaan maladministrasi sehingga tidak ada lagi saling lempar tanggung jawab di antara institusi.
"Kan sekarang semua lembaga lempar tanggung jawab. Jadi, biar Ombudsman yang telusuri," kata Boyamin.
Ia mengaku heran sebab Djoko yang notabene buronan justru bisa melenggang bebas masuk ke Indonesia. "Seolah-olah kalau menghadapi Djoko Tjandra ini semua aturan tidak berguna, tidak ada manfaatnya," ujarnya.
Tiga pihak yang dilaporkan yaitu:
- Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM karena DPO Djoko Tjandra bisa bebas keluar-masuk Indonesia secara mulus tanpa hambatan
- Sekretaris NCB Interpol Indonesia karena telah berkirim surat kepada imigrasi bahwa masa cekal DPO Djoko Tjandra telah habis ke Kejaksaan Agung
- Lurah Grogol Selatan yang telah membantu membuat KTP Elektronik baru dalam kurun waktu cepat
[ljc]