Penegasan itu disampaikan guru besar Universitas Indonesia (UI) Tamrin Tomagola mengomentari pemanggilan Achmad Purnomo di Istana agar merelakan Gibran diusung PDIP dalam Pilwalkot Solo 2020.
“Jahatnya politik dinasti adalah pada pemanfaatan koneksi dan wewenang politik untuk memuluskan upaya para kerabat memperoleh "jalur khusus" ke tampuk kekuasaan. Berita bahwa Presiden @jokowi memanggil pesaing anaknya ke Istana dan menawarkan jabatan adalah jelas-jelas praktek "abuse of power",” tegas Tamrin di akun Twitter @tamrintomagola.
Tamrin menegaskan bahwa masalah Pilkada jelas bukan wewenang presiden. “Semakin aneh tidak jelas wewenang para pembesar Negeri +62 ini. Masalah Pilkada jelas bukan wilayah wewenang Presiden,” tulis @tamrintomagola.
Menurut Tamrin, langkah DPP PDIP menetapkan Gibran Jokowi di Pilkada Solo merupakan “titah” top down, bukan aspirasi bottom up. Mengingat Gibran bukan sosok yang direkomendasikan DPC PDIP Solo.
“Ini titah top-down “bukan aspirasi" bottom-up. Quo vadis PDI-P parpol wong cilik?,” tulis @tamrintomagola mengomentari kutipan berita @kompascom. “Meski bukan sosok yang direkomendasikan oleh DPC PDI-P Solo, namun Gibran yang akhirnya ditetapkan PDI-P maju di Pilkada Solo,” tulis @kompascom.
Pernyataan keras dilontarkan Ketum Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule. Iwan menyebut ditolaknya tawaran jabatan oleh Purnomo sebagai kompensasi majunya Gibran Jokowi di Pilwalkot Solo upaya memalukan.
Iwan menegaskan, Jokowi tidak mau mengundurkan diri sudah keterlaluan. Apalagi menawarkan jabatan kepada Achmad Purnomo untuk memuluskan langkah Gibran di Pilkada Solo.
“Jokowi tak mau mundur saja sudah keterlaluan dan tak tahu diri. Padahal sudah tidak kompetibel dan tak punya solusi lagi buat rakyat. Hopeless. Tambah lagi ditolaknya tawaran jabatan oleh Purnomo sebagai kompensasi majunya Gibran sebagai Walkot Solo. Memalukan! Iya gak sih?,” tulis Iwan di akun @KetumProDEM.
Belakangan, Achmad Purnomo menampik isu adanya tawaran jabatan saat pertemuan dengan Jokowi di Istana. “Seandainya ditawari pun saya nggak bersedia karena saya mencintai Kota Solo,” kata Purnomo seperti dikutip sindonews (18/07).
Kendati demikian, Purnomo mengaku kecewa batal diusung PDIP. "Sebagai manusia ada rasa kecewa, intropeksi itu lumrah tapi itulah realita politik," ujar Purnomo seperti tribunsolo.com (18/07). (*)