GELORA.CO - Ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS) berdampak dengan memanasnya situasi di Laut China Selatan. Indonesia yang menjadi salah satu negara yang berada di kawasan Indo-Pasifik, dianggap berada dalam ancaman Partai Komunis China (CPC). Lantas akan berada di kubu mana Indonesia andai perang benar-benar meletus?
Menurut laporan Asia Times, China tengah memantau aktivitas sejumlah negara yang tergabung dalam Kemitraan Strategis Kompeherensif (CSP), sebuah kemitraan yang dibuat Australia dengan sejumlah negara.
Australia mengikat lima negara dalam kolaborasi Kemitraan Strategis Kompeherensif. Kelima negara yang masuk dalam kemitraan ini adalah Amerika, Jepang, Vietnam, India, dan Indonesia.
Dalam data yang dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri Australia, dipastikan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi salah satu mitra Negeri Kangguru. Hal tersebut tertuang dalam sebuah artikel berjudul "Deklarasi Bersama tentang Kemitraan Strategis Kompeherensif antara Australia dan Republik Indonesia".
Indonesia sepakat bergabung dalam Kemitraan Strategis Kompeherensif pada 31 Agustus 2018, saat Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morrison, menyambangi Istana Bogor dan bertemu langsung dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
"Kami menegaskan pentingnya keterbukaan ekonomi dan upaya memperkokoh hubungan ekonomi yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, kami menyambut baik perundingan Kemitraaan (Strategis) Kompeherensif Indonesia dan Australia (IA-CSP)," ujar Jokowi saat jumpa Morrison.
Ada lima poin yang disepakati Jokowi dalam Kemitraan Strategis Kompeherensif Indonesia-Australia. Kembali mengutip data dari situs resmi Kementerian Luar Negeri Australia, salah satu dari lima pilar dalam kemitraan dengan Australia adalah "Mengamankan Kepentingan Bersama".
"Indonesia dan Australia menikmati kemitraan keamanan yang telah berlangsung lama dan produktif, khususnya antara penegakan hukum, intelijen, pertahanan, hukum dan peradilan, serta lembaga terkait lainnya. Kami memahami bahwa perdamaian, keamanan dan stabilitas adalah kondisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kemakmuran," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Australia.
"Oleh karena itu, kami melakukan kerja sama keamanan dalam semangat persahabatan untuk kepentingan bersama, dan sebagai kontribusi terhadap perdamaian, keamanan dan stabilitas sub-regional, regional dan global. Kami bertekad untuk bersama-sama menghadapi tantangan bersama dari persaingan dan persaingan, serta ancaman terorisme, radikalisme, ekstremisme, dan kejahatan lintas negara," lanjut pernyataan Kementerian Luar Negeri Australia.
Di sisi lain, sejumlah pihak justru memprediksi bahwa Kemitraan Strategis Kompeherensif yang dibagun Australia dianggap sebagai ancaman oleh China. Dalam laporan yang dikutip VIVA Militer dari Asia Times juga, China memandang bahwa kerjasama antara sejumlah negara dengan Australia bisa mengepung Negeri Tirai Bambu.
Australia juga mengetahui insiden yang pernah terjadi di Laut Natuna, saat kapal Penjaga Pantai (Coast Guard) China menerobos wilayah perairan Indonesia secara ilegal.
Kapal dengan dengan nomor lambung 5403 itu memberikan pernyataan yang mengancam ke Kapal Perang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), KRI Tjiptadi-381, yang tengah berpatroli di wilayah tersebut. Pada akhirnya, kapal Coast Guard China itu berhasil diusir oleh KRI Tjiptadi dengan bantuan empat unit jet tempur F-16 Fighting Falcon milik TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Sementara itu, Australia diprediksi bakal meminta bantuan kepada Indonesia menyusul ketegangannya dengan China. Hubungan Australia dengan China memanas, menyusul tuntutan Australia yang mendesak investigasi terkait pandemi Virus Corona (COVID-19) yang berasal dari Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, China Tengah. []