Penilaian itu sebagaimana disampaikan pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam. Dia menyoroti pernyataan Gibran Rakabuming Raka yang sempat merasa kasihan dengan rakyat jika ada dinasti politik di negeri ini.
Kenyataannya, kini Gibran terkesan menjilat ludah sendiri. Dia maju di Pilkada Solo di saat sang ayah masih menjabat aktif sebagai presiden.
“Sama dengan menjilat ludah sendiri atau senjata makan tuan. Politisi memang harus siap untuk tidak konsisten, seperti halnya Gibran yang menyatakan kashian rakyat kalau ada dinasti politik. Ternyata dia sendiri yang harus menelan ludahnya sendiri," katanya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (20/7).
Saiful menduga sikap yang dilakukan Gibran tersebut merupakan cerminan dari Jokowi. Sebab, kata Saiful, Jokowi dulu pernah berjanji untuk memimpin DKI Jakarta 5 tahun. Jokowi tegas menyatakan belum terpikir untuk menjadi presiden saat awak media ramai bertanya padanya.
Namun ternyata, fakta membuktikan bahwa Jokowi berhenti di tengah jalan dan memilih maju pilpres.
"Saya menduga Gibran belajar ke Jokowi soal inkonsistensi. Dulu Jokowi berjanji untuk memimpin Jakarta lima tahun tapi nyatanya maju pilpres sebelum selesai. Gibran masih muda sudah mempertontonkan inkonsistensi, apalagi sudah tua bisa tambah menjadi-jadi," kesalnya.
Menurutnya, apa yang terjadi ini harus menjadi bahan pembelajaran bersama. Para politisi harus dapat memegang apa yang pernah diucapkan untuk tidak dilanggar di kemudian hari.
"Kalau tidak, maka kasihan rakyat yang akan dipimpinnya, gimana mau mimpin dengan baik kalau perkataannya tidak dapat dipegang?” tutupnya. (*)