Meski begitu, kesalahan mendasar atas kemunculan program ini bukan terletak pada sosok Nadiem Makarim melainkan orang yang menunjuknya sebagai Menteri, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Begitu disampaikan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (29/7).
"Kesalahan bukan pada Nadiem Makarim. Yang sangat bersalah dan patut dipersalahkan, serta harus bertanggung jawab, pada pendapat saya, adalah Presiden Jokowi sendiri. Dialah yang berkeputusan mengangkat seorang menteri," ujarnya.
Menurut Din Syamsuddin, Nadiem Makarim hanya seorang anak muda yang mungkin karena lebih banyak berada di luar negeri dan tidak cukup mafhum dan memiliki pengetahuan serta penghayatan tentang masalah dalam negeri.
"Dan hanya memiliki obsesi yang tidak menerpa di bumi," kata Din Syamsuddin.
Adapun terkait Presiden Jokowi yang telah memilih Nadiem sebagai Mendikbud sudah selayaknya diminta pertanggungjawaban. Sebab, keputusan mengangkat seorang menteri walaupun menyempal dari fatsun politik sedianya turut disalahkan.
"Atau, jangan-jangan Presiden Jokowi sendiri tidak cukup memahami sejarah kebangsaan Indonesia dan berani mengambil keputusan yang meninggalkan kelaziman politik?" tuturnya.
Untuk saat ini, POP Kemendikbud kadung bergulir dan ditolak banyak kalangan termasuk dua ormas bersejarah di Indonesia yakni PP Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) serta teranyar PGRI menyatakan mundur dari POP Kemendikbud tersebut. Maka sudah sepatutnya, POP Kemendikbud dihentikan serta fokus pada penanganan Covid-19 pada sektor pendidikan.
Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya program itu dihentikan. Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa yg akibat pandemi Covid-19 telah, menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi)," demikian Din Syamsuddin (rmol)