Melalui pernyataan pada Kamis (23/7), Departemen Kehakiman AS mengungkap, razia dilakukan dengan mewawancarai pemegang visa yang diduga memiliki afiliasi dengan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Hasilnya, empat orang peneliti diduga memiliki keterkaitan dengan militer China tersebut. Tiga di antaranya telah ditangkap, sementara seorang lainnya buron dan bersembunyi di Konsulat China di San Francisco.
"Empat orang baru-baru ini dituduh melakukan penipuan visa sehubungan dengan skema untuk berbohong tentang status mereka sebagai anggota pasukan militer Republik Rakyat China, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), sementara di Amerika Serikat melakukan penelitian," ujar departemen seperti dikutip Sputnik.
"Tiga dari orang-orang ini telah ditangkap dan FBI sedang mencari orang keempat yang menjadi buron keadilan yang saat ini bersembunyi di Konsulat China di San Francisco," sambung departemen.
Melansir Reuters, mengutip Asisten Jaksa Agung John Demers, para peneliti tersebut mengajukan permohonan visa penelitian namun menyembunyikan keanggotaannya dengan PLA.
"Ini adalah bagian lain dari rencana Partai Komunis Tiongkok untuk mengambil keuntungan dari masyarakat terbuka kita dan mengeksploitasi institusi akademik," kata Demers.
Berdasarkan aturan, setiap individu yang melakukan penipuan visa maka akan menghadapi hukuman 10 tahun penjara dengan denda hingga 250 ribu dolar AS.
Hingga berita ini dirilis, Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan.
Bulan lalu, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan hampir setengah dari 5.000 investigasi intelijen yang dilakukan biro tersebut melibatkan China.
Beberapa waktu terakhir, AS memang gencar menuding China telah melakukan spionase terhadap kekayaan intelektualnya, termasuk di bidang pertahanan dan penelitian Covid-19.
Pada Selasa (21/7), AS telah mendakwa dua warga negara China yang dituding melakukan aksi spionase. Setelahnya, AS juga memerintahkan China menutup konsulat di Houston, Texas karena dianggap sebagai pusat spionase. (*)